Trenggalek (ANTARA News) - Keluarga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang diduga bergabung organisasi radikal ISIS, Zefrizal Nanda Mardani, di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengaku hilang kontak dengan bungsu dua bersaudara tersebut semenjak hijrah ke Pakistan pada 2015.

"Kami sudah tidak berkomunikasi lagi semenjak ananda Zefrizal pamit pergi ke negara asal keluarga besar istrinya di Pakistan, sekitar pertengahan 2015," kata Radan (50), ayahanda Zefrizal di Dukuh Jarakan, Kelurahan Karangsuko, Trenggalek, Selasa.

Ia mengaku selama ini tidak ada upaya berkomunikasi dengan putra bungsunya tersebut karena dianggap sudah dewasa dan berumah tangga.

Radan mengaku selama ini hanya bisa mendoakan keselamatan dan kemudahan bagi putranya Zefrizal dalam beradaptasi dan melanjutkan studi di negara asal sang istri di Pakistan.

"Kami tidak ingin memikirkan masalah itu dulu. Kami ingin fokus pada tanggung jawab dan kesibukan kami mendidik anak-anak sekolah ini supaya menjadi pintar, serta persiapan menunaikan ibadah suci haji tahun depan (2016)," kata Radan.

Radan yang berprofesi sebagai guru matematika di SMP Negeri 4 Trenggalek mengaku hanya pasrah dengan kabar berita yang menyebut anaknya telah bergabung organisasi Islam radikal, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) dan beberapa kali dicari tim Densus 88 Antiteror.

Radan mengaku yakin anaknya tidak terlibat ataupun bergabung organisasi radikal ISIS.

"Saya yakin anak saya tidak semudah itu terbawa pengaruh (ISIS). Saya mengenal betul watak pribadinya dan dia cukup cerdas untuk memilih mana yang baik mana yang tidak," kata Radan.

Zefrizal Nanda Mardani adalah mahasiswa FK Unair asal Trenggalek yang memiliki sederet prestasi akademis bidang Astronomi dan Matematika.

Tertinggi, prestasi pemuda kelahiran 30 Desember 1993 itu tercatat pernah menyabet medali emas Olimpiade Astronomi di Crimea, Ukraina pada 2007 saat masih duduk di bangku kelas VII SMP Negeri 1 Trenggalek.

Ia kembali meraih medali emas Olimpiade Matematika tingkat nasional pada 2010 saat duduk di bangku kelas XI SMA Negeri 1 Trenggalek.

Dari histori akademik mahasiswa di fakultas kedokteran, menurut keterangan Kepala Bagian Akademik FK Unair Dr dr Gadis Meinar Sari, Zefrizal termasuk jenius dan cerdas.

Pada awal masuk kuliah, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Zefrizal mencapai 3,58 dan IPK di atas 3,00 itu bertahan hingga dua tahun pertama.

Namun, memasuki tahun ketiga pada semester ganjil, IPK-nya hanya 2,96.

"Terakhir pada semester genap 2014/2015, IPK-nya 2,2 dan tidak ada lagi kabar kuliahnya hingga akhirnya dicari-cari oleh pihak Densus 88," katanya.

Zefrizal yang tidak diketahui rimbanya kini terancam sanksi DO (drop out) dari kampus FK Unair, karena sudah dua semester berturut-turut tidak aktif kuliah dan membayar biaya studi.

"Kami sudah melapor, tapi belum ada keputusan universitas, jadi Zefrizal memang sedang proses DO, karena kami sudah mengusulkan, namun keputusan resminya masih menunggu surat dari Rektor. Itu prosedurnya," katanya.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016