Sabang, Aceh, (ANTARA News) - Ridwan, nelayan tradisional asal Kecamatan Sukajaya, Sabang, Aceh, selamat dari hempasan badai yang terjadi di perairan ujung barat Indonesia itu.

"Boat (kapal motor) saya bersama isinya tenggelam dihempas badai dan syukur Alhamdulillah, Allah masih menyelatkan nyawa saya," kata dia di Desanya Jaboi, Selasa.

Bermodal boat kayu (tek tek) 5 Gross Tonage (GT), mesin 23 gerbok, Ridwan saban hari mengarungi ganasnya Selat Malaka dan Samudera Hindia.

Pria yang umurnya sudah berkepala enam itu melaut seorang diri dan bermalam sampai satu pekan di area Pulau Tempurung (Rondo) yang berjarak sekira 30 mil laut dari lepas pantai Pulau Weh.

Adapun Pulau Rondo ialah salah satu pulau terluar paling ujung barat Indonesia secara teritorial pulau tersebut masuk dalam Kota Sabang, Provinsi Aceh. Kota Sabang sendiri meliputi lima (5) pulau yakni, Pulau Weh, Klah, Seulako, Rubiah dan Pulau Rondo.

"Saya melaut pada tanggal 13 Agustus dan tanggal 19 Agustus saya pulang, 2 mil dari Pulau Tempurung muncullah badai disertai gelombang besar yang mencapai 5 meter menghempas boat tersebut bersama isinya," cerita Ridwan.

Katanya, boat ia tumpagi seorang diri itu dalam sekejap melungkup dan kembali terapung di atas permukaan laut dengan perlahan ia berusaha merapat ke boat tersebut untuk mendapatkan perlindugan awal.

"Saya mengapung dalam badai itu hampir 2 jam dan syukur Alhamdulillah boat nelayan Banda Aceh yang ditumpangi Ucok menyaksikan kejadian itu dan memberikan pertolongan kepada saya," ujarnya.

Sebagaimana biasanya Ridwan melaut seorang diri tanpa ada boat lain, tapi hari itu ada boat nelayan Banda Aceh yang pulang beriringan dari area Pulau Tempurung.

"Semua isi boat ikut tenggelam dalam ganasnya badai itu dan kerugiannya ditaksir mencapai Rp50 jutaan," katanya lagi.

Ia mengakui, separuh usianya berprofesi sebagai nelayan dan ia menafkahi istri serta anak-anaknya dari hasil melaut dan dalam kurung waktu sebulan ia melaut empat kali.

"Sudah lebih tiga puluh tahun saya melaut dan syukur Alhamdulillah 5 orang anak saya sudah menyelesaikan pendidikan sarjana dan yang terakhir sedang sekolah di pelayaran," tuturnya.

Kejadian pilu ini baru pertama kali ia rasakan, dan Ridwan menitipkan pesan kepada semua masyarakat nelayan agar tetap berhati-hati ketika melaut serta tidak ria dan sombong selama berada di laut.

"Saya istirahat dulu beberapa hari ke depan dan saya berharap perhatian dari pemerintah dan sudi kiranya memberikan bantuan boat untuk modal utama saya menafkahi keluarga," harapnya.

Panglima Laot Wilayah Jaboi, Hamdan mengharapkan semua masyarakat nelayan tidak melaut seorang diri serta melihat kondisi laut jika cuaca tidak bersahabat alangkah baiknya tidak melaut demi keselamatan.

"Yang terpenting adalah memperhatikan keselataman saat melaut dan Ridwan menjadi contoh serta pelajaran bagi kita semua dan jika melaut hendaknya memberitahu kepada nelayan lainnya," katanya.

Ia berpesan, kepada semua masyarakat nelayan wilayah Jaboi, Sabang dan Aceh secara umum lebih mengutamakan keselamatan melaut dan tidak melaut jika cuaca tidak bersahabat.

Pulau paling ujung barat Indonesia yang diapit Selat Malaka dan Samudera Hindia hanya ada dua musim yakni, timur dan barat, kedua musim ini terjadi dalam kurung waktu per 6 bulan.


"Sekarang masa pancaroba dan ini akan berlangsung sampai sepekan kedepan dan sewaktu-waktu bisa terjadi angin kecang serta gelombang tinggi, petir dan hujan," kata Kepala Stasiun BMKG Kota Sabang Siswanto.

Ia meminta masyarakat nelayan dan pengguna jasa pelayaran tetap mewaspadai cuaca buruk (pancaroba) yang sewaktu-waktu dapat terjadi di perairan Sabang dan sekitarnya.

Pewarta: Irman Yusuf
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016