Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, menjatuhkan vonis hukuman penjara sembilan tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan kepada Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna karena terbukti menerima suap Rp400 juta dan gratifikasi Rp500 juta.

Vonis hukuman itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meminta majelis menghukum Andri selama 13 tahun penjara dan mengenakan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Hakim menyebut hal yang memberatkan, terdakwa tidak menunjang program pemerintah dalam memberantas korupsi, dan mencoreng lembaga tinggi negara.

"Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan, mengakui perbuatannya secara terus terang, menyesali dan berjanji tidak akan pidana berbuat lagi, punya tanggungan keluarga dan merupakan tulang punggung bagi keluarga," kata anggota majelis hakim Fauzi.

Dalam dakwaan pertama, Andri dinilai terbukti menerima Rp400 juta dari pemilik PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi melalui pengacara Ichsan, Awang Lazuardi Embat, agar mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi dalam perkara korupsi dalam proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur supaya tidak segera dieksekusi oleh jaksa dan untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali.

Uang itu diberikan kepada Andri lewat Sunaryo dan Awang pada 12 Februari sekitar pukul 22.30 WIB di Hotel Atria Tangerang.

"Uang itu adalah kesanggupan untuk hadiah atau pekerjaan yang akan dilakukan dari Ichsan, dengan beralihnya uang Rp400 juta dari Ichsan dan Awang ke Andri untuk mengusahakan penundaan salinan putusan kasasi agar jaksa tidak segera melakukan eksekusi sehingga Ichsan bisa punya waktu lebih lama untuk membuat memori peninjauan kembali," tambah hakim Fauzi.

Andri tidak sendirian untuk mengurus perkara ini. Dia bekerja sama dengan Kosidah, staf Panitera Muda Pidana Khusus MA.

"Andri tidak punya kewenangan untuk menunda pengiriman petikan dan salinan perkara kepada pihak pengadilan pengadil, terdakwa dibantu oleh staf bagian kepaniteraan pidana khusus Kosidah, hal itu dibuktikan dengan bukti petunjuk percakapan BBM terdakwa dengan Kosidah," kata hakim.

"Setelah mendapat informasi dari Kosidah, maka terdakwa menyampaikan ke Awang dan meminta pertemuan di Jakarta untuk membahas teknis hukum dan non teknisnya," tambah hakim.

Andri juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp500 juta terkait dengan kewenangannya berkenaan dengan pengurusan sejumlah perkara Tata Usaha Negara (TUN) dan tindak pidana khusus yang ditangani oleh pengacara di Pekanbaru Riau bernama Asep Ruhiat.

"Terdakwa mengakui menerima Rp500 juta dari Asep Ruhiyat didukung alat bukti petunjuk komunikasi antara Asep Ruhiyat dan pihak lain yang semuanya Rp500 juta sehingga menjelaskan bahwa hadiah atau bantuan untuk memonitor perkara yang ditanganinya, sehingga masuk dalam perbuatan suap menyuap. Terdakwa tidak melaporkan ke KPK sampai 30 hari sebagaimana yang disyaratkan Pasal 31 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata hakim Faisal.

Hakim juga mengakui bahwa pendapatan Andri tidak sesuai dengan harta benda yang dimilikinya karena gaji dan remunerasi Andri sebagai Kasubdit Kasasi Perdata sejak Februari 2012 sebesar Rp18 juta per bulan, namun pada 2014 membeli mobil merek Honda Mobillio secara tunai seharga Rp160 juta dan tahun 2015 membeli mobil merk Ford jenis Ecosport secara tunai.

Selain itu, menurut hakim, terdakwa juga memiliki tiga unit rumah, satu di Gading Serpong Tangerang, satu rumah di Lippo Karawaci Tangerang dan satu rumah di Malang.

"Di persidangan terdakwa mengakui rumah berasal dari pengurusan perkara-perkara, jadi bukan dari gaji sebagai PNS sehingga bersal dari pendapat tidak sah, sehingga semua unsur dakwaan kedua telah terbukti secara sah dan meyakinkan," tambah hakim.

Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir. "Kami sementara waktu pikir-pikir," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan.

"Kami juga pikir-pikir yang mulia," kata pengacara Andri, Sholeh, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016