Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden HM Jusuf Kalla beberapa tahun yang lalu pernah dimintai saran oleh Gloria Macapagal Arroyo yang saat itu masih menjabat Presiden Filipina untuk mengatasi konflik yang terjadi di Filipina Selatan.

"Saya pernah dimintai advis oleh Arroyo. Lalu saya tanya berapa senjata yang ada di masyarakat sipil. Dijawab, satu juta. Wah ini susah," katanya saat memberikan kuliah umum kepada para peserta kursus Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Selasa.

Permintaan yang diajukan oleh Presiden Filipina periode 2001-2010 itu dilatarbelakangi oleh pengalaman Kalla dalam menyelesaikan konflik di beberapa wilayah di Indonesia.

"Di Aceh jumlah senjata yang dipegang masyarakat sipil pada saat itu cuma dua ribu," kata Wapres menyampaikan alasan memberantas separatisme di Filipina Selatan jauh lebih sulit daripada di Aceh.

Dalam kesempatan tersebut Kalla juga mendapat pertanyaan dari seorang peserta kursus Lemhannas berpangkat jenderal bintang satu Angkatan Darat Malaysia mengenai kelompok bersenjata pimpinan Abu Sayyaf di Filipina Selatan yang menyandera beberapa warga asing, termasuk dari Indonesia dan Malaysia.

"Masalah di Filipina Selatan, terutama Abu Sayyaf, harus kita hadapi bersama karena masalah kita bersama. Indonesia tiga kali jadi korban. Sekarang masih ada delapan sandera. Saya kira Malaysia juga," jawab Wapres.

Menurut dia, Indonesia bersama Malaysia dan Filipina harus melakukan patroli laut secara rutin. Bahkan, kalau perlu setiap kapal yang melintasi perairan di sekitar wilayah basis Abu Sayyaf harus dikawal kapal militer.

Kalla pun memandang bahwa teror yang dilakukan Abu Sayyaf dan kawan-kawan berlatar belakang bisnis, bukan ideologi seperti di beberapa negara lain.

"Tapi bagaimana pun kita harus tegas. Filipina sendiri juga susah karena kesulitan mendapatkan batu bara dari Indonesia," ujarnya menambahkan.

Kuliah umum tersebut diikuti oleh 213 orang yang berasal dari para pejabat eselon I pusat dan daerah, perwira menengah TNI/Polri, pejabat perusahaan swasta, pengurus partai politik, dan tokoh masyarakat.

Di antara jumlah tersebut terdapat beberapa peserta yang berasal dari Yordania, Sri Lanka, Mali, Madagaskar, Pakistan, Malaysia, Thailand, Singapura, Kamboja, Brunei, Timor Leste, dan Papua Nugini.

(M038/H015)

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016