Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Hampir 50 juta anak telah terusir dari rumah mereka di seluruh dunia --28 juta di antara mereka terusir akibat konflik yang terjadi bukan karena perbuatan mereka.

Sementara itu jutaan anak lebih meninggalkan tempat tinggal mereka dengan harapan bisa menemukan kehidupan yang lebih baik dan lebih aman, kata Dana Anak PBB (UNICEF) di Markas Besar PBB, New York, Rabu.

Anak-anak tersebut seringkali dirongrong trauma akibat konflik dan kekerasan terhadap anak kecil saat mereka menyelamatkan diri, dan menghadapi bahaya lain di sepanjang perjalanan, termasuk resiko tewas-tenggelam dan dehidrasi.

Mereka juga menghadapi ancaman penyelundupan, penculikan, perkosaan dan pembunuhan, kata badan PBB itu di dalam laporan baru yang dikeluarkan di Markas Besar PBB.

Ditambahkan, di negara yang mereka lalui dan menjadi tujuan akhir mereka, anak-anak tersebut seringkali menghadapi serangan karena kebencian terhadap orang asing dan diskriminasi.

Laporan baru UNICEF itu dengan judul "Uprooted: The growing crisis for refugee and migran childran" menyajikan data baru yang memberi gambaran suram mengenai kehidupan dan kondisi jutaan anak dan keluarga yang terpengaruh oleh kekerasan dalam konflik dan krisis lain.

Semua kondisi itu membuat keadaan kelihatan lebih aman untuk menempuh resiko melakukan perjalanan penuh bahaya ketimbang tetap tinggal di negara asal mereka.

"Gambar yang tak bisa dihapuskan dari ingatan mengenai anak-anak --anak kecil Kurdi Aylan, yang hanyut ke pantai setelah tewas-tenggelam di laut atau Omran Daqneesh dengan wajah bersimbah darah saat ia duduk di dalam ambulans setelah rumahnya hancur-- telah mengejutkan dunia," kata Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake.

"Tapi masing-masing gambar, anak lelaki atau perempuan, mewakili berjuta-juta anak-anak yang terancam bahaya --dan ini menuntut rasa sayang kita buat anak-anak yang kita lihat dengan diimbangi tindakan buat semua anak," kata Lake.

Laporan itu memperlihatkan:
1. Anak-anak merupakan bagian yang tidak seimbang dan jumlah mereka yang mengungsi ke luar negeri mereka bertambah terus; mereka merupakan sepertiga dari penduduk global tapi sebanyak separuh dari jumlah pengungsi.

Pada 2015, sebanyak 45 persen pengungsi bocah yang berada dalam perlindungan Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) datang dari Suriah dan Afghanistan.

2. Dua-puluh-delapan juta anak telah terusir dari rumah mereka akibat kerusuhan dan konflik di dalam dan di seberang perbatasan.

Ini termasuk 10 juta pengungsi anak; satu juta pencari suaka yang status pengungsi mereka belum ditetapkan; dan sebanyak 17 juta anak menjadi pengungsi di dalam negeri mereka --anak-anak yang sangat memerlukan bantuan kemanusiaan dan akses ke layanan penting.

3. Makin banyak anak menyeberangi perbatasan tanpa pendamping. Pada 2015, lebih dari 100.000 anak di bawah umur tanpa pendamping mengajukan permohonan suaka di 78 negara --tiga-kali lipat jumlah pada 2014. Anak-anak tanpa pendamping termasuk di antara orang yang menghadapi resiko tertinggi dieksploitasi dan dilecehkan, termasuk oleh penyelundup.

3. Sebanyak 20 juta lagi migran bocah telah meninggalkan rumah mereka karena bermacam alasan termasuk kemiskinan parah atau kekerasan oleh gerombolan penjahat.

Banyak anak menghadapi resiko pelecehan dan penahanan karena mereka tak memiliki dokumen, tak memiliki kepastian status hukum, dan tak ada pelacakan sistematis serta pemantauan mengenai kesejahteraan mereka --anak-anak yang jatuh ke dalam jurang.

Menurut laporan baru tersebut, Turki menampung paling banyak pengungsi baru-baru ini, dan sangat mungkin paling banyak pengungsi bocah di dunia.

Lebanon juga menampung sangat banyak pengungsi: Rata-rata satu dari lima orang di Lebanon adalah pengungsi.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016