Jakarta (ANTARA News) - Deputi Departemen Kebijakan dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Riky Satria, mengatakan transaksi non-tunai lebih praktis dan menguntungkan bila dibandingkan dengan transaksi tunai.

"Transaksi non-tunai lebih praktis dan menguntungkan karena pengguna jasa tersebut saat bertransaksi tidak perlu membuang waktu datang antri di bank. Transsaksi non-tunai dapat dilakukan melalui sms banking atau mesin ATM," katanya saat berbicara pada Temu Wartawan Daerah Bank Indonesia di Jakarta, Senin.

Menurut dia, selain lebih menguntungkan, transaksi non-tunai juga dapat membuat pengguna jasa transaksi tersebut lebih irit dalam membelanjakan uang bila dibandingkan dengan memegang uang tunai.

Saat berbelanja kata dia, pengguna jasa pembayaran non-tunai dapat membayar sesuai dengan nilai nominal barang atau jasa yang hendak dibayar.

"Kalau melakukan transaksi dengan uang tunai, kerap kali barang yang dibayar tidak sesuai dengan nilai barang atau jasa yang dibayar. Sering kali masyarakat membayar lebih karena penjual barang atau jasa tidak memiliki uang receh untuk kembalian," katanya.

Oleh karena transaksi non-tunai lebih praktis dan menguntungkan kata dia, maka BI saat ini terus mendorong masyarakat agar menyuskseskan program Gerakan Nasional Non Tunai sebagai alat pembayaran sehari-hari.

"Saat ini, BI tengah mendorong pemerintah agar berbagai bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat seperti dana KUBE, Program Keluarga Harapan atau bea siswa bagi siswa miskin dapat menggunakan sistem pembayaranya non-tunai atau secara elektronik," katanya.

Riky Satria menambahkan, transaksi secara elektronik atau non tunai juga bertujuan agar realisasi pembayaran berlangsung secara transparan.

"Tidak ada lagi pemotongan -pemotongan dana bantuan sosial yang tidak jelas peruntukanya karena Pembayaran secara elektronik, langsung ke rekening penerima bantuan," katanya.

Sedangkan melalui pembayaran tunai kata dia, penerima bantuan kerap kali menerima uang tidak sesuai dengan nilai bantuan sesungguhnya kara mengalami pemotongan-pemotongan.

"Kalau bantuannya Rp500 ribu, kerap kali yang diterima penerima bantuan tinggal Rp300 ribu atau Rp250 ribu karena dipotong oleh pengelola bantuan," katanya.

Pewarta: Agus
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016