Jakarta (ANTARA News) - Seorang petugas badan penerbangan nasional Bolivia, Aasana, ternyata sudah memperingatkan pilot pesawat carteran pembawa delegasi tim sepak bola Brasil Chapecoense yang jatuh di Kolombia bahwa bahan bakar pesawat ini tidak cukup untuk menempuh penerbangan.

Menurut jaringan media Globo, Brasil, yang memiliki akses ke rencana terbang pesawat milik maskapai LaMia, petugas Aasana bernama Celia Castedo Monasterio sempat menanyai pilot Miguel Quiroga menyangkut kelaikan pesawat dalam menempuh perjalanan sejauh itu (dari Bolivia ke Kolombia).

Celia sudah memperingatkan bahwa kapasitas bahan bakar pesawat itu tidak memenuhi rencana penerbangan yang diharuskan. Celia juga menilai rencana cadangan penerbangan itu tidak layak karena jumlah bahan bakar tidak akan cukup ketika ada keadaan darurat.

Celia sudah menaksir risiko yang dia kaitkan dengan waktu terbang antara Santa Cruz de la Sierra di Bolivia di mana pesawat tinggal landas, dan Medellín di Kolombia yang menjadi tujuan akhir penerbangan pesawat.

Celia sudah memperingatkan perusahaan yang menjadi operator pesawat naas itu bahwa lama terbang itu sebanding dengan kapasitan bahan bakar pesawat, padahal tidak boleh sama, melainkan bahan bakar harus dilebihkan untuk jaga-jaga ketika pesawat dalam keadaan darurat.

Menurut Globo, perjalanan pesawat itu menempuh waktu 4 jam 22 menit.

Namun perusahaan operator itu tak menggubris peringatan Celia dengan malah berbicara kepada pilot untuk tetap melanjutkan terbang dengan alasan bahan bakar cukup dan akan terbang dengan waktu lebih singkat.

"Tidak, Ibu Celia, kapasitas bahan bakar telah saya periksa, itu cukup. Jadi saya tak punya masalah apa-apa lagi. Kerjakan saja dengan waktu lebih singkat, jangan khawatir. Itu saja, tenang saja, oke?," kata sang pejabat maskapai itu.

Petugas Aasana menyerah karena dia tidak memiliki kuasa untuk mencegah penerbangan. Tak berapa lama setelah kecelakaan Celia Castedo dibebastugaskan Kamis waktu setempat.

Seorang pilot yang diwawancarai koran Bolivia "El Deber" mengkritik rencana terbang LaMia. Menurut dia, kapasitas maksimum bahan bakar tidak boleh sama dengan waktu tempuh penerbangan.

"Ketika menyusun perencanaan terbang, orang harus membayangkan jumlah bahan bakar yang diperlukan dari titik keberangkatan ke tujuan. Oleh karena itu, pertimbangan harus menyangkut waktu yang diperlukan pesawat untuk sampai di bandara alternatif ketika ada keadaan darurat atau untuk pengisian ulang bahan bakar, ditambah 45 menit waktu di udara jika ada kejadian tertentu," kata sang pilot yang menolak menyebutkan namanya itu dalam laman media terkemuka Brasil, Globo.

Dia menyebut rencana penerbangan pesawat LaMia itu sebagai "mata rantai kesalahan".




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016