Sentimen dalam negeri akan memberi pengaruh cukup besar bagi industri pasar modal Indonesia."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus berkomitmen memprioritaskan pembangunan infrastruktur secara signifikan serta terus membenahi berbagai isu penting seperti menambah penerimaan negara salah satunya melalui program amnesti pajak.

Isu penting lainnya yang juga masih menjadi bahan yang dicermati investor yakni realisasi perizinan melalui satu pintu, reformasi di bidang hukum, harmonisasi kebijakan, serta reformasi birokrasi.

Secara umum, kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah cukup berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang kuartal I sebesar 4,92 persen (year on year/yoy), sementara pada kuartal II-2016 mencapai 5,18 persen YoY, dan 5,02 persen pada kuartal III-2016. Untuk kuartal IV-2016, ekonomi nasional diproyeksikan kembali berada pada level 5 persen.

Positifnya ekonomi nasional itu turut membawa laju indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tumbuh sebesar 13,90 persen jika dihitung sejak awal tahun hingga 16 Desember 2016.

IHSG yang masih mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar "double digit" menjadi salah satu sinyal positif bahwa pasar saham akan lebih bergairah pada tahun 2017 mendatang.

Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus menuju pada perubahan yang nyata dan positif, maka optimisme pasar pada tahun 2017 pun diperkirakan masih akan berlanjut.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat optimistis pencapaian positif tahun 2016 akan berlanjut pada tahun 2017 nanti. Menurutnya IHSG berpotensi tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun ini, karena pada 2016, banyak ketidakpastian kebijakan dari eksternal.

"Bank sentral AS (The Fed) yang memutuskan kenaikan suku bunganya cukup memberi kepastian bagi investor melakukan kalkulasi investasinya," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, kinerja IHSG pada tahun 2017 nanti juga akan didukung oleh kehadiran lebih banyak emiten baru. Hal ini akan lebih mendorong likuiditas perdagangan efek di dalam negeri meningkat. BEI menargetkan 35 emiten baru akan listing tahun 2017.

"BEI optimistis target penambahan emiten akan tercapai pada 2017 karena banyak perusahaan yang menunda pencatatan pada tahun 2016 lalu karena kondisi eksternal yang kurang kondusif saat itu. Jadi antusias perusahaan untuk memanfaatkan pasar modal akan baik nantinya," katanya.


Faktor Keamanan

Samsul Hidayat menilai keamanan merupakan salah satu faktor yang menentukan investor untuk menempatkan investasinya di suatu negara, termasuk Indonesia.

"Keamanan menjadi salah satu faktor yang menentukan bagi investor terutama asing untuk berinvestasi ke suatu negara, termasuk Indonesia. Kalau keamanan tidak terjamin, maka dunia investasi terpengaruh," katanya.

Menurut Samsul Hidayat, salah satu penggerak pasar modal Indonesia adalah investor asing. Bagi investor asing, Indonesia sejauh ini masih menjadi tempat yang kondusif untuk berinvestasi karena memberikan imbal hasl yang cukup tinggi.

Selain faktor keamanan, lanjut Samsul Hidayat, kinerja industri pasar modal Indonesia juga didukung oleh fundamental ekonomi yang positif. Pemerintah yang gencar mengeluarkan paket kebijakan ekonomi membuat stabilitas ekonomi terjaga.

"Pasar modal Indonesia cukup didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah, termasuk amnesti pajak," katanya.

Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri, Brigjen (Pol) Eddy Hartono mengatakan bahwa strategi penanganan, terutama terorisme dilakukan dengan beberapa strategi yakni pencegahan, penegakan hukum dan deradikalisasi.

"Diharapkan, masyarakat juga harus bisa menjadi agen-agen perubahan dalam menjaga kemanan di dalam negeri," katanya.


Likuiditas Pasar Saham

Dalam rangka meningkatkan likuiditas pasar saham di dalam negeri, BEI berencana untuk merealisasikan perdagangan saham dengan nominal kecil atau "penny stock" pada semester pertama 2017.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini mengemukakan bahwa saham-saham yang masuk dalam kategori "penny stock" yakni harga saham yang di bawah level Rp50 per lembar.

Selama ini, ia menjelaskan, perdagangan saham di bawah harga Rp50 per lembar itu tidak dapat dilakukan di pasar reguler dan hanya dapat dilakukan di pasar negosiasi.

"Jadi nantinya, batasan harga saham terendah Rp50 per lembar dihapus. Kami biarkan pasar menentukan harganya. Selama perusahaan masih berjalan, akan tetap ada nilainya meski Rp1 per lembar," katanya.

Hamdi Hassyarbaini mengatakan rencana itu masih dalam tahap pembahasan di internal BEI. Selanjutnya, jika kajiannya sudah matang maka akan diajukan ke Otoritas Jasa keuangan (OJK).

"Diharapkan, penghapusan batasan nilai saham terendah Rp50 per lembar itu dapat mendorong likuiditas pasar saham domestik lebih meningkat," katanya.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan bahwa kemungkinan pihaknya akan mengusulkan perubahan pengaturan jumlah satuan perdagangan (lot), fraksi harga, dan biaya administrasi ke OJK agar transaksi harga saham di bawah Rp50 per lembar menjadi efisien.

Pada 2017, sedianya BEI juga akan menerapkan batas harga penolakan otomatis atau "auto rejection" secara simetris yang akan efektif berlaku pada 3 Januari 2017 mendatang.

"Auto Rejection" adalah penolakan secara otomatis oleh sistem perdagangan efek yang berlaku di Bursa terhadap penawaran jual dan atau permintaan beli efek bersifat ekuitas yang melampaui batasan harga atau jumlah yang ditetapkan oleh BEI.

Dalam Surat Keputusan Direksi BEI dengan Nomor: Kep-00113/BEI/12-2016 perihal Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas disebutkan harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan ke sistem perdagangan BEI dengan rentang harga saham Rp50-Rp200 akan sama batas atas dan bawahnya yaitu sebesar 35 persen.

Kemudian, harga saham Rp200-Rp5.000 memiliki batas atas dan bawah sebesar 25 persen, sedangkan harga saham Rp5.000 ke atas memiliki batas atas dan bawahnya sebesar 20 persen.


Proyeksi 2017

Head of Research PT Reliance Securities Tbk Robertus Yanuar Hardy mengatakan bahwa secara keseluruhan pasar masih optimis untuk menatap tahun depan, karena perekonomian Indonesia serta kinerja pasar modal akan ditopang oleh sektor komoditas dan potensi peningkatan belanja Pemerintah.

Ia memproyeksikan IHSG tahun 2017 depan berdasarkan asumsi pertumbuhan rasio laba per saham atau "earning per share (EPS) sebesar 5-10 persen, serta Price Earning Ratio (PER) 18-19 kali berada pada skenario moderat cenderung Optimis, yaitu pada level 5.700-6.000 poin.

Namun, lanjut dia, skenario pesimis dapat berlaku apabila semua asumsi itu tidak berjalan sesuai harapan, di mana masih ada potensi ancaman dari ketidakpastian global, terkait kebijakan ekonomi dan moneter Amerika Serikat di bawah pemerintahan baru, dampak Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit), serta potensi perubahan kebijakan ekonomi Tiongkok dalam merespon pergantian kekuasaan AS.

Analis Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo optimistis IHSG pada 2017 mendatang akan menembus level 6.000 poin, meningkat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan bereda di level 5.300 poin.

"Sentimen dalam negeri akan memberi pengaruh cukup besar bagi industri pasar modal Indonesia," katanya.

Melihat berbagai kondisi positif yang akan melingkupi pasar saham 2017, maka cukup beralasan kalau ada optimisme di pelaku pasar bahwa pasar saham tahun 2017 cukup menjanjikan peluang investasi yang lebih baik dari tahun sebelumnya.

Oleh Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016