Ankara (ANTARA News) - Otoritas di Turki menyelidiki sebanyak 10.000 orang atas dugaan menggunakan media sosial (medsos) untuk mendukung terorisme, demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Turki, Sabtu.

Langkah tersebut merupakan bagian dari penumpasan yang telah menggelisahkan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) dan beberapa sekutu Barat, kantor berita Reuters melaporkan.

Turki, yang menghadapi ancaman keamanan dari militan Kurdi dan kelompok kiri maupun kelompok ISIS, telah menangkap sekira 100.000 orang menyusul usaha kudeta militer pada Juli 2016.

Pihak Kementerian Dalam Negeri Turki menyatakan bahwa langkah-langkah itu perlu untuk mencabut dukungan dari akarnya atas usaha kudeta tersebut dan teroris lainnya.

Sejumlah kelompok HAM dan negara-negara Eropa telah menilai Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menggunakan keadaan darurat yang saat ini diberlakukan untuk membungkam berbagai kelompok penentangnya.

Bahkan, lebih dari 150 media massa ditutup dan 140 wartawan ditahan.

Kementerian Dalam Negeri Turki menyatakan bahwa perang melawan terorisme dilaksanakan "dengan penuh tekad" di medsos.

Dalam enam bulan terakhir, pihak berwenang menahan 3.710 orang untuk dimintai keterangan, katanya. Sebanyak 1.656 di antara mereka ditangkap secara resmi dan 84 orang masih disidik.

Sisa 1.970 orang telah dibebaskan, walaupun 1.203 di antara mereka masih dipantau, katanya.

Akses ke situs sosial media seperti Twitter dan Facebook telah diblokir, khususnya setelah pengeboman atau serangan-serangan mematikan lainnya, demikian laporan kelompok pemantau Internet.

Pemerintah Turki menolak bahwa pihaknya memblokir Internet secara sepihak, dan sebelumnya menyalahkan penggunaan medsos yang meningkat setelah kejadian-kejadian penting.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016