Jakarta (ANTARA News) - Peristiwa kecelakaan di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat pada 22 Januari 2012 yang menewaskan sembilan orang pejalan kaki, menjadi latar belakang Koalisi Pejalan Kaki menetapkan Hari Pejalan Kaki Nasional.

Lima tahun yang lalu, mobil yang dikendarai Afriyani Susanti dari arah Hotel Borobudur di Lapangan Banteng oleng di depan Gedung Kemendag, kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, lalu menabrak pejalan kaki di trotoar, serta merusak halte bus di depan Gedung Kemendag.

Peristiwa itulah yang mendasari penetapan tanggal 22 Januari sebagai hari Pejalan Kaki Nasional. Koordinator Koalisi Pejalan Kaki (KoPK), Alfred Sitorus mengatakan lebih dari itu, peringatan lima tahun peristiwa tersebut juga menjadi pengingat bahwa puluhan nyawa pejalan kaki melayang di seluruh Indonesia.

"Hari ini bertepatan lima tahun tragedi Tugu Tani dan hari ini juga kita deklarasikan sebagai hari Pejalan Kaki Nasional. Spirit dari 22 Januari ini menjadi spirit untuk korban-korban pejalan kaki di mana masih puluhan pejalan kaki meninggal dunia di seluruh Indonesia," ujar dia kepada ANTARA News di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, Minggu.

Mengenai fasilitas bagi pejalan kaki, Alfred mengaku miris, karena baik itu trotoar, zebra cross hingga jembatan penyebrangan, masih memprihatinkan.

"Yang paling utama adalah bagaimana caranya penegakan hukum bisa melindungi pejalan kaki. Hari ini kita lihat seperti di Ibu Kota Jakarta kondisi fasilitas pejalan kaki seperti trotoar, zebra cross, JPO masih cukup memprihatinkan," kata dia.

"Untuk trotoar, di Jakarta masih 90 persen yang tak layak bagi pejalan kaki. 99 persen tak layak bagi penyandang disabilitas," sambung Alfred.

Dia masih berharap pemerintah segera menuntaskan komitmennya memberikan fasilitas yang lebih layak bagi pejalan kaki, karena hal ini bisa menjadi upaya menyelamatkan pejalan kaki.

"Dari lima tahun lalu sampai sekarang, kami masih menunggu komitmennya untuk memberikan fasilitas yang lebih maksimal pada pejalan kaki, momentum menyelamatkan pejalan kaki di seluruh Indonesia," tutur Alfred.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017