Ngawi (ANTARA News) - Lawatan Menpora Imam Nahrawi ke Ngawi, Jawa Timur benar-benar dimanfaatkan untuk melakukan napak tilas zaman kuliah kerja nyata (KKN) IAIN Sunan Ampel Surabaya tepatnya di Desa Gembol, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi, Minggu.

Desa ini berada cukup jauh dari pusat kota Ngawi. Jika jangkau dari jalur Madiun-Solo tepatnya di Widodaren, desa ini berada 22 km masuk ke dalam hutan Jati. Jalan yang dilalui juga cukup sempit dan harus melalui jembatan yang panjang diatas sungai Bengawan Solo.

Meski jauh, Menpora yang didampingi sang istri Shobibah Rohmah cukup antusias untuk mencapai dimana 23 tahun lalu tepatnya pada 1994, Imam Nahrawi muda mulai menerapkan ilmunya yang didapat dibangku kuliah kepada masyarakat yang saat ini kawasan Gembol belum tersentuh aliran listrik.

"Selain mengaplikasikan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah, disini (Gembol) saya banyak mendapatkan ilmu termasuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Dari Gembol saya berusaha belajar jika amanah itu akan datang," kata Imam Nahrawi dengan mata berkaca-kaca.

Pria kelahiran itu Bangkalan Madura ini mengaku banyak kenangan yang didapat, apalagi pada masa itu belum semudah yang ada saat ini. Menpora mengaku jarang mandi karena wilayah tersebut sering kekurangan air. Dan mandi pun harus berebut dengan rekan KKN-nya.

Kehadiran Menpora Imam Nahrawi ini ternyata mendapatkan perhatian dari masyarakat. Bahkan, saat memasuki Balai desa setempat, orang nomor satu di Kemenpora itu disambut langsung oleh kepala desa Gembol pada masa kerja 1994, Lamidjan Siswo Sudarmo serta warga masyarakat lainnya.

"Kondisi Balai desanya masih sama seperti dulu. Disinilah saya mengenalkan diri. Saya Imam Nahrawi asli Madura. Tapi kok onok wong Madura ganteng kayak gini," katanya sambil disambut dengan tertawa masyarakat yang hadir.

Setelah berinteraksi dengan masyarakat di Balai desa termasuk membagi-bagikan bola, Menpora langsung menuju rumah sang mantan kepala desa. Ternyata disitu masih ada foto-foto mahasiswa yang melakukan KKN termasuk Imam Nahrawi. Kondisinya cukup berbeda dengan saat ini karena lebih kurus.

Tidak hanya itu, Menpora ternyata juga meninggalkan semua karya yang hingga saat ini masih terpasang di rumah sang mantan kepala desa yaitu sebuah kaligrafi tulisan tangan. Kaligrafi tersebut tertulis 30 Agustus 1994.

"Kami masih menyimpan semua dokumen para mahasiswa yang KKN disini, apalagi IAIN melaksanakan KKN disini selama lima tahun berturut-turut hingga 1995. Ini contohnya," kata Lamidjan Siswo Sudarmo sambil menunjukkan kaligrafi karya Imam Nahrawi.

Jika pria yang akrab dipanggil Pak Sis itu menceritakan apa yang dilakukan Menpora. Kondisi berbeda disampaikan oleh ibu Sekdes desa Gembol, Sunarning. Ibu yang murah senyum ini justru menceritakan kegiatan pribadi Imam Nahrawi yang tidak banyak diketahui masyarakat maupun rekan KKN-nya.

"Saya ingat sekali. Selama disini Pak Imam selalu memakai sarung kotak-kotak khas Madura dan atasan putih. Yang bikin saya gak lupa, sarungnya jarang dicuci. Dipakai terus," katanya sambil tersenyum.

Saat kebenarannya dikonfirmasi ke Menpora, pria yang juga seorang politisi ini malah ikut tertawa.

"Tau dari mana kamu?," katanya sambil tertawa.

Ditanya apakah saat KKN juga terjerat "cinta monyet" dengan penduduk setempat, menpora terlihat tersipu dan memandang sang istri yang terus mendampinginya selama menjalani napak tilas perjalanannya sebelum menjadi seorang menpora.

(T.B016/A011)

Pewarta: Bayu Kuncahyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017