Kerajaan ini dianggap hilang tak berbekas sekitar tahun 1900-an akibat kalah bersaing dengan pihak kolonial."
Ambon (ANTARA News) - Arkeolog Wuri Handoko menilai Kerajaan Loloda di wilayah Maluku Utara kurang dikenal karena sedikitnya catatan dan referensi sejarah kerajaan kuno di Maluku Utara itu.

"Karya-karya tulis mengenai perjalanan sejarah Loloda sejauh ini masih sangat sulit ditemukan, karena itu Loloda tidak banyak diketahui dan jarang disebutkan," katanya di Ambon, Selasa.

Ahli kepurbakalaan Islam dari Balai Arkeologi Maluku itu mengatakan Kerajaan Loloda adalah salah satu wilayah yang menjadi bagian dari kepulauan rempah-rempah, yang terletak di sebuah tanjung di Pulau Halmahera bagian barat dan bagian utara.

Dalam banyak referensi yang tersebar dan terpisah-pisah, Kerajaan Loloda kurang diketahui dibandingkan dengan empat kerajaan utama lainnya di Maluku Utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan (Makian) dan Jailolo (Moti).

Oleh beberapa sumber, menurut dia, Loloda dianggap kerajaan yang sudah didirikan sejak abad ke-13 sebagai bekas kerajaan pertama, tertua serta terbesar di kawasan laut dan kepulauan Maluku bagian utara.

Beberapa sumber asing dan lokal yang keberadaannya sudah sangat langka, dikemukakannya menyebutkan setelah abad ke-17 kerajaan itu sudah hilang, sehingga sudah sangat jarang disebut-sebut dalam banyak referensi sejarah.

Dalam buku yang ditulis Leonard Y. Andaya pada 1993 tercatat bahwa pada masa lalu Kerajaan Loloda adalah sebuah wilayah yang cukup kuat dan mengakui kekuasaan Ternate sebagai wilayah pusat, sehingga Loloda adalah wilayah taklukan atau wilayah vassal dari Ternate.

Antonio Galvao, tentara yang yang pernah menjadi Gubernur Portugis di Maluku, dalam sebuah catatannya menuliskan bahwa Loloda adalah sebuah desa kecil yang kacau, dan masa lalunya hanya tinggal kenangan.

Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1686 menyebut Loloda sebagai desa yang terletak di tepi sungai dengan air payau. Loloda merupakan kampung muslim, disitu raja dan ibunya tinggal dan lima desa Alifuru yang terletak di pedalaman.

Meskipun pernah dikenal sebagai kerajaan Islam, namun tidak terkonfigurasi ke dalam Motir Staten Verbond (persekutuan raja-raja Maluku) pada 1322-1343, dan Loloda juga tidak pernah terdengar sebagai kerajaan Islam dengan raja yang bergelar sultan.

Tahun 1908 terjadi perang Loloda yang berakibat pada kekalahan yang diderita oleh masyarakat Loloda. Kerajaan yang terletak di tepi Sungai Soasio atau sering dikenal juga Sungai Loloda kemudian ditinggalkan kosong begitu saja oleh penduduknya.

Mereka pindah dan menyebar menempati tempat-tempat baru, baik di sepanjang pesisir Pantai Loloda utara ataupun Loloda kepulauan.

"Tampaknya dalam berbagai penulisan sejarah Loloda memang banyak diabaikan. Kerajaan ini dianggap hilang tak berbekas sekitar tahun 1900-an akibat kalah bersaing dengan pihak kolonial," ucap Wuri.

Menurut dia, Loloda secara mitologis dan geohistoris adalah bagian dari kehadiran atau kemunculan raja dan kerajaan-kerajaan awal di Maluku.

Loloda memiliki luas wilayah yang mencakup hampir separuh Kepulauan Halmahera, bahkan bisa dikatakan seluruh pulau itu dahulunya adalah bagian dari miliknya, tetapi sejarah tentang itu sejauh ini masih sangat sulit ditemukan.

"Banyak ungkapan yang kemudian muncul mengenai Loloda sejauh ini, diindikasikan sebagai kata atau konsep yang terabaikan, tersingkirkan, hilang, dan terlupakan dalam sejarah Lokal Maluku Utara dan sejarah nasional Indonesia," ucapnya.

Berdasarkan letak geografisnya saat ini, Loloda berada di Pulau Halmahera di bagian utara dan Barat, yang secara umum terbagi menjadi Loloda Utara di Halmahera Utara dan Loloda Selatan di Halmahera Barat.

Tipologi geografis Loloda terdiri dari Loloda daratan, Loloda kepulauan, Loloda teluk, dan Loloda pegunungan.

Wilayah kerajaan Loloda, kata Wuri lagi, diperkirakan adalah wilayah Kecamatan Loloda di Kabupaten Halmahera Barat, Kecamatan Loloda Utara dan Loloda Kepulauan yang termasuk wilayah administratif Kabupaten Halmahera Utara.

"Banyak ungkapan yang kemudian muncul mengenai Loloda sejauh ini, diindikasikan sebagai kata atau konsep yang terabaikan, tersingkirkan, hilang, dan terlupakan dalam sejarah Lokal Maluku Utara dan sejarah nasional Indonesia," ujar Wuri Handoko.

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017