Nah, ini kita ingin buktikan juga ke pasar. Ya, ini buktinya oke."
Jakarta, 2/8 (Antara) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan sebanyak 53 Independent Power Producer (IPP) telah menyepakati pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), termasuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

"Sebanyak 53 IPP sepakat tanda tangan, termasuk enam PLTS diantaranya. Ini terobosan yang besar, jadi sudah saya sampaikan kalau 10 MW atau kurang, mekanismenya pemilihan langsung saja biar cepat, di atas itu harus lelang atau lengkap," katanya di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan kesepakatan itu semua berdasarkan hukum jual-beli atau tidak ada pemaksaan, sehingga tidak semua IPP setuju, dan boleh saja membatalkan.

Saat ini juga, ia mengemukakan sedang mengembangkan pembangkit tenaga arus laut. Fokus pemerintah untuk menghasilkan listrik yang terjangkau bagi masyarakat.

"Percuma ada listrik jika masyarakat tidak mampu membelinya, maka kami tekankan bahwa listrik dari pembangkit apapun harus yang terjangkau," katanya.

Diinformasikannya bahwa kesepakatan dengan IPP mencapai sebanyak 64 pembangkit, namun 11 diantaranya tidak hadir untuk tanda tangan kesepakatan, atau tidak menyetujui kesepahaman.

Sejauh ini, belum dijelaskan secara rinci mengenai hal-hal yang tidak disepakati kedua belah pihak.

Kementerian ESDM berencana akan membangun 64 pembangkit tenaga listrik energi baru terbarukan (EBT) tambahan dengan total kapasitas sekitar 400 megawatt (MW).

"Ya kalo nggak sepakat, masa tanda tangan?" tutur Jonan.

Penandatanganan itu rencananya terdiri dari 64 permohonan (disepakati akhir 53) persetujuan harga pembelian tenaga listrik pembangkit EBT skala kecil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro (PLTM), Pembangkit Tenaga Listrik Biomassa (PLTBm), dan Pembangkit Listrik Biogas (PLTBg) dengan kapasitas semua kurang dari 10 MW, serta PLTS.

Pembelian tenaga listrik dari pembangkit EBT skala kecil dilakukan dengan masa kontrak 25 (dua puluh lima) tahun sejak commercial operation date (COD) dan skema build, own, operate and transfer (BOOT), dengan rincian:

a). Sebanyak  20 tahun periode dengan ketentuan apabila penjual tidak mampu menyediakan tenaga listrik sesuai yang diperjanjikan maka penjual dikenakan denda (deliver or pay) dan penjual mendapatkan pembayaran sejumlah tenanga listrik yang dijual/diserahkan sesuai yang diperjanjikan (take or pay).

b). Sebanyak lima tahun dengan ketentuan pembeli membayar tenaga listrik hanya sejumlah yang dibutuhkan (take and pay).

Adanya penandatanganan jual beli listrik dari pembangkit energi terbarukan ini menjadi salah satu bukti bahwa subsektor EBTKE masih diminati investor.

"Nah, ini kita ingin buktikan juga ke pasar. Ya, ini buktinya oke," demikian Ignasius Jonan.

Penandatangan jual beli listrik tersebut direncanakan akan dilakukan pada hari Rabu (2/8) di Jakarta, sebagai implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2017.

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017