Berlin (ANTARA News) - Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin, mengutuk uji coba nuklir Korea Utara dan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk segera menyetujui sanksi yang lebih keras terhadap Pyongyang, kata juru bicara pemerintah Jerman.

"Keduanya sepakat bahwa uji bom hidrogen merupakan eskalasi baru oleh rezim Korea Utara dan tidak dapat diterima," kata Steffen Seibert dalam sebuah pernyataan setelah mereka berbicara melalui telepon.

"Kanselir Jerman dan presiden Amerika menyatakan pandangan bahwa masyarakat internasional harus terus memberikan tekanan pada rezim di Korea Utara dan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus segera menerapkan sanksi lebih lanjut dan lebih keras," kata Seibert.

Sementara itu, Merkel mengatakan kepada Trump bahwa Jerman akan mendorong agar Uni Eropa menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap Korea Utara, tambah Seibert.

"Tujuannya adalah untuk mencegah Korea Utara melakukan pelanggaran hukum internasional dan untuk mencapai solusi damai terhadap konflik tersebut."

Korea Utara pada Minggu mengatakan mengembangkan bom hidrogen "berkekuatan merusak hebat".

Menurut kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, pengembangan bom hidrogen itu dilakukan di tengah peningkatan ketegangan wilayah menyusul dua uji peluru kendali antar benua (ICBM) Pyongyang pada Juli, yang dapat terbang hingga sekitar 10.000 kilometer dan diperkirakan menjangkau beberapa bagian dari daratan utama Amerika Serikat.

Di bawah kepemimpinan generasi ketiga, Kim Jong-un, Korea Utara berusaha mengembangkan perangkat nuklir kecil dan ringan, yang sesuai dengan peluru kendali balistik jarak jauh tanpa mempengaruhi jangkauannya, sehingga mampu bertahan setelah kembali memasuki atmosfer Bumi.

Korea Utara, yang mengembangkan kegiatan nuklir dan peluru kendalinya meskipun bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan menyebabkannya dikenai beberapa sanksi, "baru-baru ini berhasil" membuat kemajuan dalam pengembangan bom hidrogen yang akan dimuat dalam ICBM, menurut laporan KCNA.

"Bom-H, yang kekuatan peledaknya dapat disesuaikan dari puluhan kilo ton hingga ratusan kilo ton, merupakan senjata termonuklir bersifat multifungsi dengan kekuatan perusak yang hebat, meskipun diledakkan bahkan di tempat yang tinggi untuk serangan EMP (Electromagnetic Pulse) super kuat guna menyerang sesuai dengan tujuan strategis," kata KCNA.

Kim Dong-yub, seorang ahli militer di Institut Studi Timur Jauh pada Universitas Kyungnam, Seoul, merasa skeptis.

"Merujuk pada daya ledak puluhan sampai ratusan kilo ton, tampaknya itu bukanlah bom H yang sama sekali baru. Kemungkinan itu hanyalah perangkat nuklir yang diperkuat," kata Dong-yub, mengacu pada sebuah bom atom yang menggunakan beberapa isotop hidrogen untuk meningkatkan daya ledak.

Daya ledak bom hidrogen dapat mencapai ribuan kilo ton, lebih kuat daripada bom nuklir yang terakhir di uji coba oleh Korea Utara pada September dengan kekuatan hanya sekitar 10 sampai 15 kilo ton, mirip dengan bom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada 1945. Demikian laporan Reuters.

(Uu.G003/T008)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017