Jakarta (ANTARA News) - Pengamat intelijen Prayitno Ramelan mengatakan krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Muslim Rohingnya di Myanmar dimanfaatkan oleh kelompok yang ingin menggoyahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mengadu domba anak bangsa.

"Tidak hanya peristiwa di dalam negeri seperti Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu, sekarang pun kasus kemanusiaan di Myanmar juga digoreng dengan membenturkan agama Islam dan Buddha. Upaya-upaya ini harus diwaspadai karena isu SARA itu sangat rentan di masyarakat kita," kata Prayitno di Jakarta, Rabu.

Menurut Pray, sapaan akrab Prayitno Ramelan, apa yang terjadi di Myanmar sebenarnya bukan konflik agama meski yang terlibat benturan dari kelompok yang memiliki agama berbeda, melainkan konflik kemanusiaan yang dilandasi politik dan ekonomi, juga karena sistem demokrasi yang belum berjalan.

"Faktanya isu kemanusiaan, tapi digeser menjadi isu agama. Tujuannya menggerakkan massa. Apalagi ini solidaritas Islam, pasti ribuan orang yang turun seperti kasus Al Maidah," kata purnawirawan perwira tinggi TNI AU itu.

Pray mengajak seluruh anak bangsa untuk berpikir jernih mencermati kondisi yang terjadi akhir-akhir ini. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk kembali memperkuat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika untuk menjaga NKRI.

Terkait penyelesaian krisis Rohingya, ia menilai pemerintah Indonesia telah melakukan langkah yang tepat melalui jalur diplomasi serta memberikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar.

Apalagi, ia juga khawatir kondisi di Myanmar itu memicu terjadinya aksi terorisme, terutama dengan adanya rumor pengiriman orang ke Myanmar untuk ikut berperang di sana serta kemungkinan kasus itu ditunggangi kelompok radikal ISIS untuk melebarkan sayapnya di kawasan Asia Tenggara, selain di Marawi, Filipina.

"Mungkin saja dimanfaatkan kelompok radikal karena saat ini tokohnya ingin menghidupkan ISIS di Asia Tenggara . Setelah Al Qaeda memperkirakan pada 2017 ISIS habis di Timur Tengah, bisa saja ISIS mungkin bermain di Marawi dan Myanmar," kata dia.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017