Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan persiapan-persiapan untuk menghadapi sidang perdana praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9).

"Kami masih melakukan proses persiapan. Jadi diskusi-diskusi, pengecekan kebutuhan-kebutuhan formil atau bukti-bukti formil itu kita lakukan. Persiapan-persiapan itu ada yang sifatnya teknis ada yang sifatnya administrasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, prinsip dasarnya tentu praperadilan itu akan dihadapi. "Kami juga sangat berharap dalam proses praperadilan ini nantinya dihasilkan sesuatu yang bisa menguatkan upaya pengusutan kasus KTP-E," katanya.

Sidang perdana praperadilan Novanto yang sedianya dijadwalkan pada Selasa ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (20/9).

"Sebelumnya, kami meminta tiga minggu tetapi dikabulkannya satu minggu tentu saja dalam rencana persidangan besok kami harus melaksanakan apa yang sudah dikatakan oleh hakim kecuali ada kondisi-kondisi lain," kata Febri.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-E pada Kemendagri.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017