Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH. Ahmad Satori Ismail mengatakan bahwa makna jihad sejatinya memiliki arti sangat luas, tidak saja memerangi orang kafir atau orang yang memusuhi Islam tapi bisa dalam bidang apa pun, termasuk upaya pemerintah mensejahterakan rakyatnya juga bisa disebut jihad.

“Karena dengan kemerdekaan yang diraih bangsa ini, para pejabatnya atau penguasanya harus bisa berusaha untuk mensejahterakan rakyatnya, bisa juga memberdayakan ekonominya serta bisa melindungi keyakinan-keyakinan agama yang dipeluk oleh rakyatnya. Itu juga merupakan jihad pemerintah melalui seluruh aparatnya terhadap bangsa demi rakyatnya,” kata Ahmad Satori Ismail dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Pada sisi lain, sebagai seorang Muslim yang menghuni satu negara, menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara, kemudian memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, membela bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga bagian dari jihad.

“Kalau bangsa kita ini tidak merdeka tentunya masyarakat dan pemerintahnya tidak bisa untuk melakukan itu semuanya.” Oleh karena itu, kewajiban membela negara agar rakyatnya terlindungi semua kepentingannya, baik ekonomi, politik, pendidikan, hingga kenyakinannya, bukanlah hanya kewajiban pemerintah tapi juga kewajiban semua warga negara.

Jika berpatokan pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyebut bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, maka dapat disimpulkan bahwa membela negara adalah suatu kewajiban.

“Sehingga jangan sampai negara kita dijajah oleh bangsa lain. Dan ini berlaku bagi semua pemeluk agama apa pun karena sebagai rakyat sudah seharusnya untuk membela bangsanya,” jelas Ahmad Satori.

Ahmad Satori yakin bahwa dalam semua agama yang dianut di Indonesia, juga mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan pengorbanan bagi negaranya. Karena, agama lain juga membutuhkan tempat ibadah untuk para pengikutnya agar bisa menjaga keyakinannya.

“Dan tentunya ini suatu kebutuhan bersama dalam negara ini. Saya yakin agama yang lain juga melakukan demikian dimana para pengikutnya sama-sama untuk memiliki niat yang baik pada negeri ini dalam usaha memelihara keyakinannya,” tutur pria kelahiran Cirebon, 6 Desember 1955 ini.

Dengan dasar itu, kata Satori, yang justru perlu diperangi adalah kelompok-kelompok radikal yang berperang melawan bangsanya sendiri dan menganggap pemerintah hogut. Kelompok-kelompok sepert itulah yang menurutnya tidak memahami permasalahan jihad yang sesungguhnya. Karena, jihad tidak harus mengangkat senjata tapi ada banyak jihad dalam bentuk lain.

“Dengan menggunakan senjata untuk melawan musuh yang ingin menjajah negeri kita, merusak negeri kita, nah kalau itu ya maka kita perlu berjihad mati-matian demi mempertahankan negeri ini,” kata Direktur Pasca sarjana Universitas Islam As Syafi’iyah Jakarta ini.

Pria yang juga menjadi anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini juga sangat menyayangkan masih adanya masyarakat Indonesia yang belum percaya terhadap pemerintahnya sendiri yang sudah melakukan segalanya untuk masyarakatnya. Namun sebaliknya, pemerintah juga harus membuktikan telah memperjuangkan rakyatnya, termasuk ekonomi mereka, dengan sebaik-baiknya agar dipercaya.

“Membuktikannya tidak bisa sekadar dipaksakan melalui pidato atau ceramah saja, tetapi harus dibuktikan yang riil bahwa memang pemerintah benar-benar berusaha maksimal dengan berbagai macam kegiatannya untuk mensejahterakan rakyatnya,” ujarnya.

Dengan usaha pemerintah melalui para perangkatnya untuk melakukan jihad secara sungguh-sungguh terhadap bangsanya yakni dengan tujuan untuk mensejaterakan rakyatnya, insya Allah itu akan mengkokohkan rakyat terhadap pemerintahnya, demikian menurut Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI ini.

Pewarta: Suryanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017