Tulungagung (ANTARA News) - Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) mengecam dan mengutuk keras aksi teror bom yang menyasar tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur dan menyebabkan sejumlah orang meninggal dunia.

"Kekerasan atas nama etika ataupun agama, tidak dibenarkan," kata Ketua Pengurus Pusat ISNU Ali Masykur Moesa usai mengisi seminar NU di salah satu hotel di Tulungagung, Minggu.

ISNU tegas menolak segala bentuk teror dengan alasan apa pun yang mengatasnamakan agama.

Terlebih aksi kekerasan dalam wujud bom bunuh diri menyasar umat beragama lain.

"Dalam konteks negara Indonesia, menghormati sesama umat beragama dan sebagai bagian hubungan sesama manusia merupakan prinsip yang harus dijunjung tinggi," ujarnya.

Dalam ajaran Nahdlatul Ulama (NU), Ali Masykur Moesa mengatakan, toleran atas perbedaan harus menjadi ciri utama umat islam di Indonesia.

?Saya mengecam keras tindakan brutal yang mengakibatkan meninggalnya saudara kita di Surabaya, dan ini sangat tidak manusiawi," kata Ali Masykur.

ISNU meminta kepada aparat keamanan untuk bisa melaksanakan langkah preventif selanjutnya.

Dengan demikian mencegah hal yang tak diinginkan.

Terkait upaya mengatasi permasalahan itu, Ali Masykur menyatakan perlu ada dialog.

Sebab, sebenarnya Islam yang Rahmatallilalamin, menjadi ciri utama.

"Karena itulah perlu menyadarkan mereka yang prinsipnya menyimpang, dengan berdialog," ujarnya.

Ali menambahkan, mereka tidak bisa dilakukan dengan kekerasan terus menerus. Namun yang penting, yakni menyadarkan pandangan keagamaannya.

Selain dari ISNU, dalam kesempatan yang sama kecaman/kutukan serupa dilontarkan Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan pasangan calon petahana di Pilkada Tulungagung, Syahri Mulyo.

"Kami atas nama seluruh masyarakat Tulungagung merasa prihatin dan ikut berduka cita paling dalam atas tragedi teror di Surabaya hari ini. Kami mengutuk keras segala bentuk teror yang terjadi," ujar Syahri.

Baca juga: Uskup Agung Jakarta kecam bom gereja Surabaya

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018