Sidoarjo (ANTARA News) - Saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus penembakan oleh 13 anggota Marinir TNI AL terhadap warga Desa Alastlogo, Pasuruan, Jawa Timur (30/5/2007) di Peradilan Militer, Sidoarjo, Kamis, menyimpulkan penembakan dilakukan dari jarak jauh. Kesimpuan itu dikemukakan salah seorang saksi ahli, dr Setyo Sugiarto (ahli bedah pencernaan RS Syaiful Anwar Malang) setelah mengonsolidasikan hasil visum yang dilakukan bersama tiga dokter yang menangani korban penembakan kasus Alastlogo. "Kesimpulan yang kami masukkan dalam visum itu kami rumuskan setelah kami melakukan konsolidasi bersama tiga dokter bahwa ada serpihan logam sebanyak tiga buah berukuran tiga sentimeter di dalam usus perut salah satu korban yakni Hermanto," katanya. Selain itu, adanya serpihan logam yang mengakibatkan luka di dalam perut itu juga membuat Hermanto mengalami gangguan di saluran kencing. "Saat itu penanganan yang kami lakukan adalah dengan menjahit luka tersebut dan mengeluarkan usus atau membuat saluran kencing agar pasien tidak kesusahan saat kencing," katanya menambahkan. Menanggapi hal itu, Penasehat Hukum (PH) terdakwa dari 13 anggota Marinir TNI AL, Ruhut Sitompul SH, menyayangkan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang kali ini tidak kompeten. "Kami sesalkan saksi ahli telah membuat kesimpulan bahwa tembakan tersebut berasal dari arah jarak jauh, padahal itu bukan bidang dia sebagai ahli bedah," katanya. Menurut Ruhut, tidak sepantasnya saksi ahli memasukkan hasil kesimpulan tersebut ke dalam visum, sebab visum tersebut bisa menjadi dasar hukum yang bisa merugikan kliennya. Namun demikian, pihaknya menyerahkan sepenuhnya hal itu ke pimpinan majelis, sehingga diagnosa yang dilakukan tim medis tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya. "Jadi ada tanggung jawab sebagai ahli, namun juga ada tanggung jawab moral," katanya, mengakhiri. Menengahi hal itu, Hakim Ketua Letkol (CHK) Yan Ahmad Mulyono menambahkan bahwa dokter hanya bertanggungjawab pada hasil diagnosa saja dan bukan kesimpulan. "Visum itu sudah ada kolom, sehingga saksi ahli hanya mengisi kolom tersebut sesuai dengan konsolidasi dari dokter lain," katanya menambahkan. Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada tanggal 7 dan 8 Mei 2008 dengan memanggil empat saksi ahli terakhir dari tim medis RS Syaiful Anwar Malang. Kesimpuan itu juga memperkuat pendapat dalam sidang sehari sebelumnya (23/4). Saat itu, saksi ahli forensik berpendapat dua dari empat korban meninggal dunia dalam kasus tersebut ditembak secara sejajar permukaan air. Pendapat yang mematahkan dugaan sebelumnya bahwa seluruh korban tertembak peluru pantulan itu dikemukakan Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RS Syaiful Anwar, Malang, dr Ngesti Lestari. Tiga saksi ahli lainnya Kanit III Reskrim Polres Pasuruan, Aiptu Suprianto, dr Wening Prastowo dari RS Syaiful Anwar Malang, dan warga Desa Alastlogo, Sutiran. Dalam kesaksiannya, dr Ngesti berpendapat pada jenazah Sutam ada luka tembak di kepala dari pelipis kiri tembus ke pelipis kanan dengan lubang keluar lebih besar dan tidak ditemukan serpihan proyektil. "Lubang itu merupakan akibat penetrasi anak peluru yang ditembakkan sejajar. Hal yang kurang lebih sama juga ada dalam data forensik korban bernama Mistin. Dia tertembak di dada kiri tembus ke belakang dengan sudut sejajar," katanya. Namun pada tubuh Siti Khotijah dan Rohman, diketahui penyebab kematian adalah luka terbuka di kepala. Pada jenazah Rohman ada sinyalemen penembakan memantul karena anak peluru melesat dari belakang telinga kiri tembus ke dahi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008