Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi istilah "lock kuota" terkait kasus kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019.

"Diduga uang Rp2 miliar yang ditransfer melalui rekening adalah uang untuk 'mengunci' kuota impor yang diurus. Dalam kasus ini teridentifikasi istilah 'lock kuota'," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Nyoman Dhamantra ditetapkan tersangka suap impor bawang putih

Baca juga: Wakil Ketua DPR: Banyak masalah dalam impor

Baca juga: Konstruksi perkara suap izin impor bawang putih


KPK pada Kamis telah mengumumkan enam tersangka dalam kasus itu. Sebagai pemberi, yaitu tiga orang dari unsur swasta masing-masing Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).

Sedangkan sebagai penerima, yakni anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaan I Nyoman, dan Elviyanto (ELV) dari unsur swasta.

Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa Chandry alias Afung merupakan pemilik PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang bergerak di bidang pertanian yang diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih dalam perkara ini.

Chandry dan Doddy diduga bekerja sama untuk mengurus izin impor bawang putih untuk tahun 2019.

"Sebelumnya DDW menawarkan bantuan dan menyampaikan memiliki 'jalur lain' untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementrian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan," ungkap Agus.

Dikarenakan proses pengurusan yang tidak kunjung selesai, lanjut dia, Doddy berusaha mencari kenalan yang bisa menghubungkannya dengan pihak-pihak yang dapat membantu pengurusan RIPH dan SPI tersebut.

"DDW berkenalan dengan ZFK yang memiliki kolega-kolega yang dianggap berpengaruh untuk pengurusan izin tersebut. ZFK memiliki koneksi dengan MBS dan ELV pihak swasta yang diketahui dekat dengan INY yang memiliki tugas di bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi UKM, BUMN, Investasi, dan Standarisasi Nasional," tuturnya.

Setelah itu, Doddy, Zulfikar, Mirawati, dan I Nyoman melakukan serangkaian pertemuan dalam rangka pembahasan pengurusan perizinan impor bawang putih dan kesepakatan "fee".

"Dari pertemuan-pertemuan tersebut muncul permintaan "fee" dari INY melalui MBS. Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp3,6 miliar dan komitmen "fee" Rp1.700 sampai Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor," ucap Agus.

Adapun komitmen "fee" tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20 ribu ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Chandry alias Afung.

"Dikarenakan perusahaan-perusahaan yang membeli kuota dari CSU belum memberikan pembayaran, CSU tidak memiliki uang untuk membayar komitmen fee tersebut dan kemudian CSU meminta bantuan ZFK memberi pinjaman," kata Agus.

Zulfikar diduga akan mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan, yaitu Rp100 juta per bulan dan nanti jika impor terealisasi, Zulfikar akan mendapatkan bagian Rp50 untuk setiap kilogram bawang putih tersebut.

"Dari pinjaman Rp3,6 miliar tersebut, telah direalisasi sebesar Rp2,1 miliar. Setelah menyepakati metode penyerahan, pada 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 WIB, ZFK mentransfer Rp2,1 miliar ke DDW. Kemudian DDW mentransfer Rp2 miliar ke rekening kasir 'money changer' milik INY," ujar Agus.

Agus menyatakan Rp2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI) tersebut.

Sedangkan Rp100 juta masih berada di rekening Doddy yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin.

"Saat ini, semua rekening dalam kondisi diblokir oleh KPK," kata Agus.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019