Pengadilan Tipikor di Daerah Dinilai Hanya Pemborosan
Minggu, 27 April 2008 21:29 WIB
Medan (ANTARA News) - Pembentukan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah dengan merekrut hakim ad hock belum tentu efektif dan hanya akan "menghamburkan" uang negara.
Pemerintah harus berhati-hati dalam hal itu dan lebih baik mengoptimalkan hakim karir yang ada di pengadilan umum, kata Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Cabang Simalungun, Sumut, Binsar Gultom, SH, MH, di Medan, Minggu.
Hakim karir yang ada di peradilan umum sudah berpengalaman di bidang profesinya sehingga sangat menguasai hukum acara, formal dan material serta tidak sedikit yang telah berpendidikan Strata-2 (Magister Hukum) dan Starata-3 (Doktor), katanya.
Bebasnya seorang terdakwa di Peradilan Umum diharapkan tidak dijadikan "kambing hitam" sehingga dijadikan alasan harus membentuk Pengadilan khusus Tipikor tersebut.
Gultom menganggap kenyataan itu harus dijadikan pelajaran bagi pihak kepolisian, kejaksaan mau pun KPK selaku penyidik agar lebih profesional dan teliti dalam menyelidiki, menyidik dan menuntut seorang tersangka korupsi.
"Jangan sampai ada celah dalam dakwaan dan tuntutan dalam berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan sehingga menjadi alasan bagi seorang terdakwa dan kuasa hukumnya untuk mendapatkan putusan bebas," kata kandidat doktor ilmu hukum dari USU itu.
Selain itu, kata Gultom, tidak ada jaminan kualitas moral hakim non karir (ad hock) lebih baik dari pada hakim karir karena semuanya tetap terpulang kepada integritas moral pribadi.
"Buktinya, cukup banyak pakar dan ahli hukum yang tersangkut kasus hukum dan `terguling` dari jabatannya setelah menduduki jabatan tertentu," kata Gultom.
"Kuncinya, jika para hakim itu terbukti melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam proses hukum maka berikan hukuman yang lebih berat kepada mereka dibandingkan terdakwa biasa," tambahnya menegaskan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pembentukan Pengadilan khusus Tipikor di daerah juga dinilai "mubazir" karena prosesnya juga akan dilanjutkan ke peradilan umum.
Bagi terdakwa yang tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat pertama tentu saja akan mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung (MA).(*)
Sangat betul sekali pak, lebih baik berdayakan saja hakim yang ada, pengawasan dari masyarakat saja diperketat, daripada untuk membuat pengadilan tipikor di daerah, lebih baik dialokasikan untuk masyarakat miskin. Hakim adhok dan KPK merupakan satu tamparan bagi aparat penegak hukum lainnya, berarti tidak berdaya dalam kasus korupsi????