Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum Adnan Buyung Nasution menyatakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) jangan bersikap arogan dalam menangani berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang ditengarai melibatkan mantan beberapa petinggi militer. "Saya kira, lebih baik Komnas HAM jangan arogan dengan melakukan pemanggilan paksa kepada para purnawirawan yang diduga terlibat kasus yang terindikasi sebagai pelanggaran HAM berat," katanya, usai diterima Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, Komnas HAM harus lebih bijak menyikapi beberapa kasus yang terindikasi mengadung unsur pelanggaran HAM berat yang melibatkan sejumlah mantan petinggi militer. "Akan lebih baik jika pihak Komnas HAM yang mendatangi para mantan petinggi militer tersebut untuk mintai keterangan. Mereka toh bukan mantan petinggi militer asal-asalan atau bawahan. Pak Try Soetrisno itu, misalnya. Beliau kan mantan Wapres, wajar jika Komnas HAM yang datang kepada beliau," tutur Buyung. Sebaliknya, tambah dia, para purnawirawan juga tidak boleh menyamaratakan bahwa anggota Komnas HAM antipati terhadap TNI atau mantan petinggi militer. "Beberapa pegiat Komnas HAM seperti Garuda Nusantara dan Ifdhal Kasim, adalah orang-orang yang bisa bekerja profesional dan proposional, jadi sama-samalah," kata Buyung. Perseteruan antara para purnawirawan dan Komnas HAM mencuat ketikan Komnas HAM berniat memanggil paksa para mantan petinggi militer yang diduga bertanggungjawab dalam insiden Talangsari, Lampung pada 1989. Niat Komnas HAM itu mendapat tentangan dari para purnawirawan yang menolak memenuhi panggilan Komnas HAM tersebut. Menhan Juwono pun mendukung sikap para purnawirawan, karena pemanggilan terhadap para purnawirawan itu inkonstitusional yakni UUD 1945, pasal 28 (i) ayat 5. Pasal 28 (i) ayat 1 menyebutkan asas retroaktif tidak berlaku sepanjang mana pun karena bertentangan dengan hak asasi. Menanggapi itu, Komnas HAM mengancam akan mengajukan insiden Talangsari ke Komisi HAM PBB di Jenewa. "Itu kan tidak benar, jangan langsung arogan ke PBB bersikaplah lebih bijak," kata Adnan Buyung. Buyung menambahkan, untuk menyelesaikan perseteruan itu harus ada keputusan dari DPR dan pemerintah yang akan menetapkan apakah insiden Talangsarai sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak. "Jika iya, maka harus ada UU yang menyatakan itu dan dibentukan pengadilan AD Hoc untuk mengadili para mantan petinggi militer yang diduga terlibat. Sepanjang tidak ada keputusan DPR dan pemerintah tentang pelanggaran HAM berat dalam kasus Talangsari, maka pemanggilan paksa terhadap para purnawirawan tidak dapat dilakukan," katanya. Selain itu, DPR dan pemerintah juga harus dapat menentukan masa retroaktif yang diberlakukan dalam pasal 28 (i) ayat lima, apakah hanya berlaku untuk kasus Timor-Timor dan Tanjung Priok atau kasus-kasus sebelum itu. "DPR dan pemerintah juga harus menjelaskan masa retroaktif yang diberlakukan," katanya. Dalam kasus Talangsari yang terjadi pada 7 Februari 1989 itu, Komnas HAM juga berencana melakukan pemanggilan paksa terhadap beberapa petinggi militer yang terkait insiden itu seperti Panglima TNI Try Sutrisno, dan mantan Komandan Korem Garuda Hitam 043/Lampung AM Hendropriyono, serta mantan Kasad Jenderal (Pur) Wismoyo Arismunandar yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kodam IV/Diponegoro. Namun hingga kini para pejabat tinggi itu belum memenuhi panggilan Komnas HAM.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008