Yogyakarta (ANTARA News) - Ahmadiyah Lahore atau yang dikenal dengan sebutan Gerakan Ahmadiyah Indonesia, selama ini tidak menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, baik di bidang aqidah (keyakinan) maupun syariah (hukum). Penegasan tentang Ahmadiyah Lahore itu disampaikan Sekretaris Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Mulyono, kepada ANTARA di Yogyakarta, Selasa, berkaitan dengan maraknya pemberitaan tentang Ahmadiyah di Indonesia. Ia mengatakan pihaknya percaya dan yakin akan keesaan Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW. "Kami percaya dan yakin bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan yang terbesar di antara sejumlah nabi," katanya. Dengan datangnya Nabi Muhammad SAW, menurut dia, agama telah disempurnakan oleh Allah SWT. "Karena itu, sepeninggal Nabi Muhammad tidak akan ada nabi lagi," katanya. Kata dia, Ahmadiyah Lahore percaya dan yakin Nabi Muhammad SAW merupakan penutup era kenabian. "Keyakinan ini bagi kami mutlak," katanya. Pihaknya juga percaya dan yakin bahwa Al-Quran adalah firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. "Tidak ada satupun ayat yang harus dihapus, dan ayat-ayatnya tetap murni untuk selamanya," katanya. Mulyono mengatakan, sampai hari kiamat nanti Al-Quran tetap menjadi pedoman petunjuk bagi kaum muslimin. "Kami mengakui Mirza Ghulam Ahmad adalah muzaddid atau pembaharu abad 14 Hijriyyah. Beliau bukan nabi, dan tidak pernah mengaku nabi," katanya. Mengenai rencana pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) yang kemungkinan isinya tentang pembubaran Ahmadiyah, ia mengatakan dalam SKB itu akan disebutkan dengan pasti bahwa yang dilarang adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) atau yang dikenal dengan sebutan Ahmadiyah Qodiyani yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir. "Kami yakin dalam SKB itu nanti pemerintah akan menyebutkan nama organisasi Ahmadiyah yang dibubarkan," katanya. Ia yakin akan hal itu, karena pemerintah mengetahui dengan pasti bahwa di Indonesia ada dua organisasi Ahmadiyah, yaitu Ahmadiyah Lahore atau Gerakan Ahmadiyah Indonesia, dan Ahmadiyah Qodiyani atau Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Menanggapi rencana pemerintah menerbitkan SKB tersebut, Mulyono mengatakan pihaknya merasa tenang-tenang saja, dan tidak terpengaruh serta tidak resah. "Kami tetap tenang, karena kami yakin pemerintah dan masyarakat telah mengerti dan mengetahui tentang Ahmadiyah Lahore yang memiliki aqidah atau keyakinan yang sama dengan kaum muslimin lain dan organisasi Islam yang lain seperti NU dan Muhammadiyah," katanya. Terjalin hubungan baik Kata dia, selama ini hubungan Ahmadiyah Lahore dengan Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah terjalin dengan baik, tidak ada persoalan maupun masalah. "Selama ini pun, terkait dengan maraknya berita tentang Ahmadiyah di Indonesia, Ahmadiyah Lahore tidak pernah mendapat teror maupun ancaman dari pihak manapun," katanya. Ia mengatakan, selama ini pihaknya menjalankan ibadah seperti kaum muslimin yang lain. "Masjid kami juga terbuka bagi kaum muslimin lain untuk menjalankan ibadah," katanya. Begitu pula para jemaah Ahmadiyah Lahore bebas menjalankan ibadah di masjid-masjid lain. Namun demikian, kata Mulyono, seandainya nanti pemerintah menghendaki Ahmadiyah Lahore bubar demi stabilitas dan kedamaian, kebijakan tersebut bagi Ahmadiyah tidak menjadi masalah, karena Ahmadiyah Lahore atau Gerakan Ahmadiyah Indonesia hanya sebuah organisasi. "Jika memang sudah kehendak zaman bahwa kami harus bubar, hal itu tidak menjadi masalah, karena Ahmadiyah Lahore hanya merupakan gerakan pemikiran," katanya. Karena itu, menurut dia, meskipun tidak ada organisasinya, pemikiran tersebut akan terus berkembang, dan tidak ada yang bisa menghalangi perkembangan pemikiran itu. Ia mengatakan, belakangan ini aparat kepolisian secara rutin sering memantau keberadaan Ahmadiyah Lahore, dan bahkan pihak kepolisian berjanji akan memberikan perlindungan apabila terjadi sesuatu terhadap Ahmadiyah Lahore. "Tetapi saya yakin tidak akan terjadi sesuatu terhadap Ahmadiyah Lahore, karena keyakinannya sama dengan keyakinan umat Islam pada umumnya," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008