Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia khawatir pemerintah hanya akan memanfaatkan dana pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mengatasi defisit APBN 2008, sehingga akan membebani APBN pada tahun berikutnya. "ADB akhirnya memberikan pinjaman ke Indonesia 650 juta dolar AS. Kadin memperkirakan Presiden akan semakin percaya diri untuk tidak menaikkan harga jual eceran BBM di dalam negeri," ujar Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Moneter dan Fiskal Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa. Ia menduga pinjaman ADB tersebut digunakan untuk membiayai defisit, sekaligus meringankan beban subsidi BBM di APBN-P 2008. Beban subsidi di APBN-P 2008 sendiri, kata dia, sudah membengkak sampai Rp130 triliun karena asumsi ICP (Indonesia Crude Price) hanya 95 dolar AS per barel untuk konsumsi 37 juta kiloliter BBM bersubsidi. "Untuk kepentingan jangka panjang, pinjaman itu sama sekali tidak solutif. Dia akan memperbesar beban APBN tahun-tahun mendatang," katanya. Menurut dia, untuk meringankan beban APBN/APBN-P 2008, akan lebih solutif bila pemerintah mengajukan penjadualan ("rescheduling") pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri, dibandingkan mengais pinjaman baru. Saat ini lebih dari 30 persen pengeluaran APBN selama beberapa tahun terakhir untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri, katanya. Data terakhir pinjaman yang sudah jatuh tempo akhir 2008 sebesar lima juta dolar AS. Selain rescheduling utang, alternatif lainnya yang bisa meringankan beban APBN-P 2008, kata dia, adalah menaikkan harga jual BBM eceran di dalam negeri sebesar 10 persen seperti yang diwacanakan kadin dan para ekonom selama ini. "Kalau pinjaman baru dijadikan solusi, apa bedanya manajemen pemerintah dengan manajemen warung tegal yang gali lubang tutup lubang," ujar Bambang.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008