Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) menyatakan sampai sekarang belum menerima tanggapan dari Mahkamah Agung (MA) terkait dengan rekomendasi sanksinya atas lima hakim yang membebaskan Adelin Lis, pelaku tindak pidana korupsi dan pembalakan liar di Kabupaten Mandailing, Natal, Sumatera Utara. "Alhamdulillah, sampai sekarang tidak dijawab," kata Ketua KY, Busyro Muqoddas, di hadapan mahasiswa peserta Konferensi "Bangkit Hukum Indonesia" yang berkunjung ke kantor KY, di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan pihaknya menangani kasus Adelin Lis itu setelah mendapat pengaduan dari masyarakat yang kemudian ditangani dengan menerjunkan sebanyak tiga tim investigasi terkait pembebasan Adelin Lis tersebut. Kemudian, kata dia, pihaknya merekomendasikan pemberian sanksi atas lima hakim itu kepada MA. Sebelumnya dilaporkan, kelima hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menangani kasus Adelin Lis itu, yakni, Arwan Byrin, Robinson Tarigan, Jarasmen Purba, Dolman Sinaga, dan Ahmad Semma. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai H. Arwan Byrin, SH, MH, Senin (5/11) menjatuhkan vonis bebas kepada Adelin Lis karena menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti di persidangan, dan memerintahkan JPU untuk membebaskan terdakwa dari tahanan. Adelin Lis yang dituntut JPU dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara itu merupakan pemilik dan manajer keuangan PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI) yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut. Dalam putusan yang dibacakan hakim secara bergantian itu disebutkan, terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan negara karena tidak menggunakan keuangan negara dalam melakukan penebangan kayu di Kabupaten Madina. Selain itu, menurut hakim, terdakwa terbukti telah membayar iuran Pemberdayaan Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Majelis Hakim menambahkan, terdakwa juga dinyatakan tidak terbukti melakukan pembalakan liar karena memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 805 Tahun 1999.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008