Jakarta (ANTARA News) - Penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Fed sebesar 25 basis poin menjadi 2 persen, tidak secara otomatis mendorong Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuannya, BI rate. "Belum tentu akan mendorong BI rate turun atau bertahan, karena BI lebih mempertimbangkan inflasi ketimbang suku bunga AS. Jika inflasi yoy (year on year) di atas 8,5 persen, besar kemungkinan BI rate naik 25 basis poin menjadi 8,25 persen pekan depan," kata pengamat ekonomi Ryan Kiryanto, di Jakarta, Jumat. Ryan justru mengkhawatirkan dampak penurunan suku bunga The Fed ini dapat memicu kembali kenaikan harga minyak dunia. "Kalau dolar AS melemah paska penurunan suku bunga di AS, dikhawatirkan akan menyulitkan penurunan harga minyak mentah dunia karena transaksi menggunakan basis dolar AS," katanya. Menurutnya, turunnya suku bunga AS berdampak terhadap pelemahan dolar AS terhadap mata uang kuat lain, seperti yen Jepang, euro dan pounsterling. "Ini juga dapat membantu meningkatkan nilai tukar rupiah dan berpotensi menaikkan IHSG BEI karena 'capital inflow', setelah melihat investasi rupiah menjadi lebih menarik akibat selisih suku bunga rupiah dan dolar AS yang semakin lebar, yaitu sebesar 600 basis poin," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008