Depok (ANTARA News) - Pengamat politik ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago mengemukakan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM masih merupakan hal yang wajar, asal tidak sampai 30 persen tapi 10 persen saja. "Kenaikan BBM jangan sampai membebankan masyarakat, untuk itu kenaikan BBM hanya 10 persen saja," kata Andrinof, ketika dihubungi ANTARA News di Depok, Jabar, Minggu. Ia mengatakan, kenaikan BBM 10 persen tidak akan membebani rakyat, karena tidak akan berpengaruh banyak pada harga barang-barang lain. "Pemerintah harus belajar dari pengalaman pada 2005 lalu, kenaikan hingga 100 persen sangat membebankan rakyat," kata staf pengajar politik ekonomi FISIP-UI itu. Kenaikan BBM, kata dia, bisa dilakukan dalam waktu dekat supaya tidak semakin membebani keuangan negara karena melambungnya harga minyak di pasar internasional. "Presiden tidak perlu ragu lagi menaikkan harga BBM, secepatnya bisa dilakukan," tegas peneliti senior dari The Habibie Center tersebut. Namun Andrinof mengingatkan agar kenaikan tersebut bukan untuk menyelamatkan beban pemerintah tetapi hanya sebatas mengurangi beban keuangan saja. "Kenaikan harga BBM lebih dari 10 persen akan sangat beresiko, karena akan berdampak pada inflasi," kata dosen Kebijakan Publik, Pasca Sarjana, FISIP UI tersebut. Hal lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan mengalokasikan dana dari BUMN. Dari keuntungan BUMN tahun lalu yang mencapai Rp90 sampai Rp100 triliun, pemerintah bisa mengalokasikan 15 sampai 20 persen. Menurut Andrinof, situasi ekonomi global dan kondisi ekonomi domestik Indonesia sejak lama secara kebetulan telah menguntungkan penganut ekonomi politik neoliberal. Dari lingkungan internasional, ada tekanan struktur maupun institusi kepada Indonesia agar mengikuti sistem ekonom pasar bebas.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008