Semarang (ANTARA News) - Sebagian masyarakat mengaku hanya bisa pasrah bila pemerintah akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), sebab mereka tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk menanggapi rencana ini. Kamari (48), penduduk Kelurahan Kedungwinong, Tembalang Semarang, Selasa mengatakan, beban hidup sekarang ini sebenarnya sudah terlalu berat karena semua barang harganya terus naik, padahal pendapatan tidak berubah. "Orang seperti saya ini bisa apa, kecuali menerima keputusan dari atas," katanya dalam bahasa Jawa. Ayah lima anak, tiga di antaranya masih menjadi tanggungannya, selama ini sudah bekerja keras untuk mempertahankan hidupnya. Sejak pagi hingga sore bekerja di tempat pengolahan sampah, malamnya menjadi tukang sampah, dan pada hari Minggu bekerja serabutan. Meskipun demikian, ia mengaku tetap saja tidak mampu menutup kebutuhan hidup sehari-hari sehingga sepanjang waktu masih menyisakan utang di warung sembako. Ia setiap bulan memang mencicil utang ke warung namun yang terjadi jumlah utang malah terus bertambah karena harga kebutuhan naik, sedangkan penghasilannya tetap. "Nggak tahu, kapan saya bisa melunasi utang. Untung saja warung sebelah rumah mau memahami keadaan saya," katanya. Ia memang mendengar pemerintah akan menaikkan harga BBM namun tidak tahu kapan. Menurut pengalamannya, setiap terjadi kenaikan harga BBM, harga barang lain juga akan ikut naik. Terpisah, Tri Suratmi (26), penduduk Jalan Badak Semarang juga mengeluhkan kenaikan harga barang belakangan ini. Ibu dua anak ini mengkhawatirkan harga makin mahal setelah harga BBM naik. "Biaya pendidikan dan kesehatan sekarang juga mahal. Saya hanya berharap para pemimpin bisa menjamin harga barang terjangkau masyarakat," katanya. Ketua DPRD Jateng yang juga Ketua DPD PDIP Jateng Murdoko menolak rencana kenaikan harga BBM, sebab beban masyarakat saat ini sudah terlalu berat sehingga bila kebijakan itu diberlakukan, kehidupan rakyat bertambah sulit. Pemerintah berniat menaikkan harga BBM setelah harga minyak dunia terus melejit dan dipastikan akan membengkakkan subsidi hingga di atas Rp200 triliun.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008