Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak-hak Azasi Manusia Indonesia, Syamsuddin Radjab, menyatakan, saatnya kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sikat habis semua maling uang rakyat, apakah itu di lingkup eksekutif, yudikatif maupun legislatif. "Memang setahu saya, di Parlemen itu todak ada yang gratis. Mulai dari pemekaran wilayah, order undang-undang (UU) oleh kementerian atau departemen dan lainnya, apalagi yang berbau investasi, semuanya kena `charge`," ungkapnya kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa. Tegasnya, demikian ia melanjutkan, semakin kencang duitnya, kian cepat pula penyelesaian UU atau persetujuan atas suatu usulan. Ia mengatakan itu, merespons penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Demokrat, Sarjan Taher, terkait kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan bakah (`mangrove`) senilai sekitar Rp10 miliar, di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). Ini merupakan kedua kalinya seorang legislator ditahan atau ditangkap, setelah sebelumnya hal itu berlaku atas anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Al Amin Nur Nasution, terkait kasus dugaan suap perkara konversi hutan lindung di Pulau Bintan, kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), sekitar media April lalu. "Dalam kasus alih fungsi hutan di Sumsel, jelas untuk kepentingan investor, atau dengan alasan yang biasa dipakai dengan istilah `kepentingan umum` oleh Pemerintah," kata Syamsuddin Radjab. Bahkan, menurutnya, masyarakat diminta untuk secara sukarela membantu Pemerintah (lokal maupun pusat) untuk memuluskan upaya seperti itu. "Padahal, itu untuk kepentingan orang-orang tertentu saja," tandasnya. Suap dan korupsi makin semarak saja Dalam pengamatan dan investigasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak-hak Azasi Manusia Indonesia (PBHI), demikian Syamsuddin Radjab lagi, kasus suap dan korupsi dengan melibatkan anggota Dewan belakangan ini semakin semarak saja. Ia juga menunjuk banyaknya pertemuan (para anggota Parlemen) itu berlangsung di hotel-hotel mewah di seputar Senayan, Kuningan, Menteng dan tempat-tempat bonafid lainnya. "Bahkan lengkap dengan `full service` dari calon mitranya, Lalu, operasinya pun sistematis dan hirarkhis. Calon mitra digarap beberapa orang anggota Dewan. Tetapi `kalo dah` cair (uangnya), rekening anggota komisi lainnya akan segera terisi. Makanya, saatnya kini KPK sikat habis maling uang rakyat itu," tegas Syamsuddin Radjab lagi. Penangkapan nilainya mahal Sebelumnya, pakar hukum dan kriminolog Universitas Indonesia, Prof Adrianus Meliala, PhD, menyatakan, "Penangkapan terhadap anggota-anggota DPR RI itu bernilai amat mahal harganya bagi kita semua". "Iya, itu harga yang amat mahal guna mengingatkan kepada kita semua perihal bahaya `parliament-heavy` atau `legislative dominance` saat ini," katanya kepada ANTARA. Ia melanjutkan, "Kita tahu persis kan saat ini sedang terjadi apa yang disebut sebagai `legislative dominance` dalam kehidupan tata negara kita dewasa ini". Karenanya, ia berharap, semoga penangkapan-penangkapan (terhadap legislator terkait kasus suap atau korupsi) itu akan direspons oleh mereka (anggota DPR RI) yang lain. Pendulum pembuatan kebijakan serahkan ke rakyat Adrianus Meliala lanjut mengharapkan, agar para anggota Parlemen bisa mengambil hikmah dari berbagai kejadian beruntun tersebut, termasuk penggeledahan oleh petugas KPK terhadap ruang-ruang mereka. "Tetapi yang lebih penting, saudara-saudara anggota Parlemen yang terhormat yang lainnya bisa merespons kejadian ini dengan cara menjauhkan pendulum pembuatan kebijakan ke arah eksekutif kembali, atau pihak-pihak lain," anjurnya. Memang, menurutnya, melepaskan kewenangan yang besar tersebut pastilah sulit. "Oleh karena itu, diperlukan sikap kenegarawanan," tegasnya. Jika (pelepasan kewenangan tersebut) tidak dilakukan, Adrianus Meliala memperkirakan, amat mungkin rentetan penangkapan yang memalukan seperti ini bakal kembali terjadi bertubi-tubi. Pimpinan fraksi terkaget-kaget Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bathoegana, mengaku pihaknya benar-benar kaget sekaligus prihatin atas penangkapan salah satu anggotanya di Komisi IV DPR RI, Sarjan Taher, terkait dugaan kasus suap alih fungsi hutan bakau (`mangrove`) di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. "Terus terang, kami di fraksi tidak tahu saudara Sarjan Taher ditahan. Fraksi tidak tahu apa-apa," katanya meyakinkan. Pihaknya juga tidak bisa atau belum dapat menghubungi yang bersangkutan secara langsung. "Hanya ada via SMS," ungkap Sutan Bathoegana. Isi SMS terakhir berbunyi: "Saya mohon mohon kiranya saya didoakan, agar sabar dan tabah menerima cobaan ini. Sebenarnya saya pun `ndak` tahu apa-apa, karena ini hanya fitnah". "Itulah SMS beliau. Dan saya perlu ulangi, bahwa kami pun tak tahu apa-apa dengan kasus ini. Kami betul-betul kaget, prihatin dengan adanya hal-hal yang demikian. Terus terang, sekarang kami belum dapat berbuat apa-apa," katanya. Ia menambahkan, jika ini sudah dalam ranah hukum, pihaknya hanya pasrah dan berharap itu dapat mengalir apa adanya sesuai proses serta ketentuan yang berlaku. "Yang jelas kan sudah ada keterangan resmi dari Menteri Kehutanan (Menhut), pak MS Kaban. Bahwa proses-proses melepaskan kawasan hutan lindung sesungguhnya sudah sesuai aturan hukum," tegasnya. SBY adalah panglima pemberantasan korupsi Sutan Bathoegana juga berpendapat, kalau suatu kawasan tidak dibuka, jelas tak akan berkembang. "Khusus di Banyuasin, itu memang untuk supaya daerah itu berkembang, yakni dengan membangun pelabuhan, demi kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan rakyat tentunya," ujarnya. Yang jelas, lanjutnya, kalau tidak berbuat apa-apa, pasti tidak bersalah, dan tak akan ada masalah. "Bagi kami, pemberantasan korupsi harus jalan terus. Ndak masalah. Kalau perlu, dibangun seribu KPK hingga ke tingkat kecamatan untuk memberantas korupsi. Anda harus ingat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah panglima memberantas korupsi. Itu sudah dicanangkan sejak kampanye dulu. Kami dukung seratus persen itu," tandas Sutan Bathoegana lagi. Demi pembenahan lembaga, mulailah memberantas diri sendiri Sementara itu, Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR RI, Gayus Lumbuun berpendapat, penuntasan berbagai kasus gratifikasi yang melibatkan anggota Dewan, demi pembenahan lembaga wakil rakyat itu semakin kredibel dan dapat dipercaya. "Yang pasti, banyaknya kasus gratifikasi di kalangan anggota DPR RI itu, terus diproses sesuai ketentuan hukum," ungkapnya, menanggapi penahanan oleh KPK atas anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Sarjan Taher, juga terhadap rekannya di komisi itu, yakni Al Amin Nasution (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan). Bagi Gayus Lumbuun dan anggota DPR lainnya, "Ini justru akan menunjukkan telah terjadi pembenahan di kalangan DPR RI". Artinya, lanjut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, kini lembaga wakil rakyat itu sedang menuju sebagai institusi kredibel serta memang layak dipercaya oleh masyrakat. "Ini tugas utama kami semua di DPR RI, termasuk di Badan Kehormatan (BK). Tentu juga kami memohon dukungan berbagai pihak, untuk kemudian menjadikan lembaga (DPR RI) yang kredibel dan dipercaya masyarakat," kata Gayus Lumbuun.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008