Brisbane (ANTARA News) - Gonjang-ganjing masalah Ahmadiyah di Indonesia yang diikuti dengan serangkaian aksi kekerasan terhadap para Ahmadi (sebutan bagi pengikut Ahmadiyah-red.) mengundang perhatian sejumlah pihak di Australia. Perhatian beberapa pihak di Australia terhadap kasus Ahmadiyah di Indonesia itu mengemuka dalam pertemuan antara tiga orang tokoh muda Muslim Indonesia yang mengikuti program Pertukaran Pemimpin Muslim Australia-Indonesia (AIME) dengan kalangan akademisi dan aktivis Muslim di Melbourne dan Canberra. "Kami sempat mendiskusikan persoalan Ahmadiyah dengan Prof.Tim Lindsey (Pakar Hukum Islam Universitas Melbourne) dan pengurus Canberra Islamic Centre (Pusat Islam Canberra)," kata Dosen IAIN Sunan Gunung Djati Ayi Yunus Rusyana kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Brisbane, Selasa malam. Ayi Yunus Rusyana yang juga menjabat Sekretaris Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Jawa Barat ini adalah salah seorang dari tiga peserta AIME gelombang kedua 2008. Saat dihubungi, Ayi bersama dua orang peserta AIME lainnya, Amika Wardana dan Pridiyanto, tengah berada di Canberra. Mereka menyinggung masalah gerakan Ahmadiyah yang sedang menjadi sorotan publik di Indonesia. "Kita berdiskusi tentang beberapa aliran dalam Islam, termasuk Ahmadiyah. Mengenai timbulnya konflik, kita sebutkan bahwa hal ini terkait dengan masalah aqidah yang berbeda dan adanya pertentangan antar komunitas secara sosial ...," kata Ayi. Hanya saja, dalam merespons perbedaan yang ada, belum terbangunnya dialog yang terbuka di masyarakat adalah fakta yang disayangkan karena dengan dialog yang baik kemungkinan terjadinya aksi-aksi kekerasan terhadap Ahmadi bisa dihindari, katanya. "Jika ada dialog, cara-cara kekerasan bisa dihindari. Dalam hal ini, para ulama penting memberikan pendidikan yang toleran dan terbuka dan menghargai perbedaan. Jadi kalaupun mau menjelaskan ada aliran lain yang berbeda, mestinya dijelaskan secara detil sehingga tidak memancing reaksi negatif masyarakat," katanya. Adanya fakta Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Ahmadiyah, Cendekiawan muda yang aktif mengajar di Pesantren Darul Arqom Muhammadiyah Garut ini mengatakan, fatwa tidak hanya harus "benar berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam tetapi juga harus baik bagi kehidupan masyarakat". "Bisa jadi ada fatwa sudah benar (berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam-red.) tapi ketika disosialisasikan membawa mudhorot," katanya. Sementara itu, Dosen Sosialogi Universitas Negeri Yogyakarta, Amika Wardana, mengatakan, dialog tentang Ahmadiyah yang selama ini berkembang di Indonesia cenderung selalu mencampuradukkan masalah keyakinan dengan persoalan kemasyarakatan. Peneliti pada unit penelitian dan pengembangan Majelis Pendidikan Tinggi Pengurus Pusat Muhammadiyah itu mengatakan, pelarangan terhadap Ahmadiyah yang akan dilakukan pemerintah merupakan langkah yang kacau dan lucu jika alasan pelarangan tersebut adalah ajaran yang dinilai sesat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008