Cirebon (ANTARA News) - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang direncanakan Pemerintah mulai diberlakukan Juni 2008 membuat sejumlah pengusaha bus menjadi dilematis karena dipastikan akan membuat tarif semakin mahal namun di sisi lain jumlah penumpang bus semakin menurun. "Sejak kenaikan BBM Oktober 2005 lalu, kami ini masih sakit karena penumpang menurun drastis, tetapi sekarang BBM mau naik lagi. Bagi kami ini ibarat hidup segan mati tak mau," kata Wakil Ketua DPD Organda Jawa Barat Drs H Ade Kusmapraja, di Cirebon, Jabar, Kamis. Ade, yang juga Direktur PO Luragung Group, menjelaskan, biaya operasional Cirebon-Jakarta PP masih cukup tinggi mencapai Rp1,5 juta setiap bus sehingga awak bus harus bisa mengambil setoran penumpang lebih dari itu supaya keluarga di rumah bisa mendapat makan. "Saat ini untuk menutupi itu saja, awak bus sudah pusing, apalagi kalau tarif kembali dinaikkan sesuai besaran kenikan BBM. Kami kuatir penumpang semakin sepi lagi, dan akhirnya perusahaan yang tidak kuat bisa gulung tikar," katanya sebelum Rapat Gabungan Sejumlah DPC Organda di wilayah III Cirebon. Hal senada diungkap Harun, salah satu manager PO Sahabat, bahwa akibat kenaikan BBM 2005, angka penumpang menurun sampai 40 persen sehingga untuk Patas Cirebon-Bandung yang semula ongkosnya Rp33.000 per penumpang, akhirnya diturunkan sampai Rp30.000 per penumpang. Dengan rencana kenaikan harga BBM sampai 30 persen, maka tarif dipastikan naik disesuaikan dengan pengeluaran BBM dimana untuk satu kali PP Patas AC, Cirebon-Bandung menghabiskan 260 liter jika kenaikan solar Rp1.500 per liter menjadi Rp5.500 per liter maka ada uang tambahan BBM sebesar Rp390.000 yang harus ditanggung penumpang. "Kalau perkiraan jumlah penumpang semakin menurun maka tentu besaran tambahan per penumpang bisa lebih tinggi. Kalau terlalu tinggi, kami juga takut tidak ada yang mau naik lagi," katanya Sedangkan Solilin, pengusaha PO Setianegara mengungkapkan, besaran kenaikan tarif juga harus memperhitungkan kenaikan harga `spare part` atau suku cadang kendaraan selama tiga tahun terakhir. "Jangan sampai yang dihitung hanya komponen BBM tanpa melihat kenaikan harga suku cadang tiga tahun terakhir," katanya. Ketua DPD Organda Kota/Kabupaten Cirebon Iskandar AB mengatakan, pengusaha angkutan dan bus penumpang menolak kenaikan tarif BBM itu, dan pemerintah hendaknya tetap memberikan harga BBM lama kepada pengusaha bus. "Kami tidak pernah mendapat perhatian dari Pemerintah minimal sekarang ini harga BBM untuk kami tidak perlu dinaikkan," katanya. Ia mengatakan, dulu pernah ada bantuan kredit untuk konversi bahan bakar dari solar ke gas yang bisa menekan biaya bahan bakar kendaraan umum pada angkutan kota, tetapi lama-kelamaan program itu menghilang. "Kalau pemerintah mau, maka bus-bus bisa diberikan fasilitas peralatan yang bisa mengubah bahan bakar dari solar menjadi gas secara gratis, sehingga biaya bahan bakar kendaraan umum bisa ditekan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008