Depok, (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mempertanyakan kajian yang sudah dilakukan pemerintah sebelum menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). "Sekarang bukan setuju atau tidak setuju kenaikan BBM, tapi apakah kenaikan tersebut sudah merupakan pilihan yang final," tanya Sri Sultan, usai memberikan Orasi Budaya, di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), di Depok, Selasa. Ia mempertanyakan, apakah sudah ada kajian yang mendalam mengenai dampak kenaikan harga BBM, serta alternatif-alternatif lain, selain menaikkan harga BBM. Ia mencontohkan efisiensi di Pertamina, apakah sudah dilakukan dengan benar, serta bagaimana perimbangan ekspor dan impor minyak Indonesia. "Ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah," tegasnya. Kenaikan harga BBM, menurutnya, menyebabkan kehidupan masyarakat semakin sulit di tengah himpitan ekonomi yang semakin berat. Dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia saat ini masih dibelenggu oleh kemiskinan dan pengangguran serta tingkat pendidikan dan kualitas kesehatan yang rendah. BLT hanya untuk menaikkan citra pemerintah, pesta di atas penderitaan rakyat Lebih lanjut ia mengatakan, jika harga BBM dinaikkan, meski ditopang oleh Bantuan Langsung Tunai (BLT), bisa jadi jumlah orang miskin yang menurut BPS pada Juli 2007 mencapai 37,17 juta akan meningkat tajam, sehingga perbedaan angka kemiskinan dengan versi Bank Dunia yang besarnya 100 juta, tidak lagi menarik untuk diperdebatkan. "BLT hanya sekedar sumbangan bukan untuk memandirikan masyarakat," katanya seraya menegaskan BLT hanya untuk menjaga citra pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Menurut Sri Sultan, bersamaan dengan krisis energi, banyak negara maju berusaha mengekstrak stok bahan pangan menjadi bahan bakar terbaharui dari sumber nabati (bio-fuel) dengan tujuan awal untuk menjaga lingkungan. Namun upaya tersebut kini berdampak negatif yang menyebabkan harga pangan dunia ikut melambung tinggi, menandai berakhirnya era pangan murah. Sehingga saat ini dunia dihadapkan pada krisis ganda. Tidak mengherankan kata dia, jika sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, kualitas penduduk Indonesia sekarang hanya ada di peringkat 107 dari 177 negara (UNDP, 2007), dan bisa jadi merosot ke peringkat bawah.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008