Jakarta (ANTARA News) - Regulasi-regulasi yang ada terkait investasi dianggap belum menarik investor swasta untuk menanamkan modalnya pada sektor infrastruktur, sehingga pemerintah didesak untuk segera mengeluarkan kebijakan baru yang lebih "investor friendly". "Menurut kami, revisi-revisi saja tidak cukup. Harus ada perbaikan atau peraturan baru yang bisa lebih menarik kalangan investor untuk segera cepat terlibat," ujar Deputi Kepala BKPM Bidang Perencanaan Penanaman Modal Luky Eko Wuryanto di Jakarta, Selasa. Menurutnya, rencana pemerintah untuk merevisi Perpres 67/2005 tentang kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan fasilitas infrastruktur serta revisi Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah masih belum bisa diandalkan dalam menarik perhatian investor. Dia mendesak agar regulasi terkait penyediaan lahan untuk proyek-proyek infrastruktur oleh pemerintah dengan skema "land capping" segera direalisasikan mengingat kelambatan proyek-proyek infrastruktur banyak disebabkan oleh faktor pengadaan lahan. "Ini akan jadi instrumen kepastian hukum bagi mereka. Jadi pemerintah harus menjadi pembuka dulu, dimana nantinya, investor tertarik dan masuk ke dalamnya," kata dia. Menurut Luky, keterlibatan pemerintah seharusnya ditekankan pada dua sektor infrastruktur yaitu jalan dan kelistrikan karena peranan kedua sektor tersebut dalam mendukung kegiatan ekonomi di dalam negeri, meski untuk saat ini keterlibatan di sektor penyediaan jalan jauh lebih baik dibanding pada sektor kelistrikan. "Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan pemerintah dengan mengucurkan dana sebesar Rp4,8 triliun-Rp4,9 triliun untuk pembebasan lahan dengan jangka waktu tiga tahun. Juga secara pengaturan, ada institusi yang mengaturnya (BPJT). Sedang kelistrikan kan baru dibicarakan sekarang-sekarang ini saja," katanya. Dijelaskannya, tidak menariknya sektor regulasi terkait investasi itu pada akhirnya menyebabkan porsi pembiayaan swasta belum mencapai porsi 10 persen dari total kebutuhan pembiayaan infrastruktur swasta, yang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 ditetapkan sebesar 65 miliar dolar AS. "Saya perkirakan paling tidak, dana mereka hanya 6 persen saja," lanjut dia. Di tempat terpisah, Deputi Kemeng PPN/Kepala Bappenas bidang Sarana Prasarana, Dedi S Priatna mengatakan, pihaknya mencatat partisipasi swasta dalam penyediaan infrastruktur dengan menggunakan skema kemitraan pemerintah dan swasta (PPP) diperkirakan hanya sekitar 5-10 persen hingga saat ini "Kita berharap 2008-2009, akan ada proyek besar yang ditandatangani, seperti misalnya, PLTU besar di Jateng, mudah-mudahan ditandatangani. Kemudian ada 11 ruas jalan tol yang akan ditender," katanya. Sehingga, tambah Dedi, partisipasi swasta hingga akhir 2009 diperkirakan hanya mencapai 30-40 persen Untuk memperbaiki hal itu, ujarnya, maka pemerintah telah merumuskan sejumlah kebijakan, diantaranya, melakukan revisi Perpres 67/2005, memperkuat kapasitas investor lokal dengan mengadakan "guarantee fund" dan "infrastructure fund", serta memperbaiki kesiapan proyek-proyek PPP seperti "feasibility study" dan dokumen proyek. Terkait dengan skema "land capping" untuk pengadaan lahan proyek infrastruktur, Dedi mengungkapkan, hal itu masih belum jelas mengingat Depkeu meminta hak "call back", yaitu hak pemerintah untuk memperoleh bagian keuntungan yang diperoleh oleh investor atas proyek infrastruktur di atas tanah yang juga ditanggung pemerintah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008