Oleh Maria D. Andriana Yogyakarta (ANTARA News) - Pernikahan GKR Maduretno, putri ketiga Sultan Hamengku Buwono (HB) X, dengan KPH Purbodiningrat pada 9 Mei 2008, selain merupakan perhelatan agung Keraton Yogyakarta Hadiningrat, juga menjelma jadi "paseban" kuliner nan khas. Berbagai makanan khas Yogyakarta tersaji di meja-meja makan yang ditata di berbagai sudut halaman keraton. Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas menjamu 2.500 tamu dari berbagai etnis suku bangsa, termasuk tamu dari negara sahabat dengan hidangan khas keraton. Rupanya Kanjeng Sultan dan Kanjeng Ratu ingin mengobati rasa penasaran tetamu yang ingin menyicipi hidangan khas keraton Kasultanan Yogyakarta. Gudeg, masakan khas Yogyakarta, tentu saja tersedia dan laris diminati para tamu. Gudeg tersebut khusus didatangkan dari Kranggan yang tersohor itu. Gudeg Kranggan adalah masakan kegemaran Sultan Hamengku Buwono VIII untuk sarapan. Dalam buku Masakan Favorit Para Bangsawan Kasultanan Yogyakarta karya Murdijati Gardjito dan Amaliah (Pustaka Anggrek,2008) dikisahkan bahwa Sultan HB VIII menugaskan abdi dalem keraton untuk membeli gudeg buatan Mbah Diryo yang membuka warung di Jalan Kranggan. Ketenaran gudeg Mbah Diryo dan banyak warung gudeg di jalan Kranggan membuat gudeg kegemaran Sultan itu disebut Gudeg Kranggan. Paket gudeg komplit terdiri atas olahan gudeg dari buah nangka muda dengan bumbu manis yang legit beraroma ketumbar, lengkuas, gula merah, serai dan daun salam, dipadukan dengan tahu bacem, pindang telur, ayam goreng, sambal krecek dan bumbu areh. Pindang telur adalah telur yang direbus dengan bumbu-bumbu khusus yang mengubah warna telur menjadi coklat tua. Sambal krecek terbuat dari krecek atau kulit sapi yang dikeringkan seperti krupuk, kemudian direbus dengan bumbu santan, bawang merah, bawang putih, daun salam, gula merah, lengkuas dan cabe rawit. Pada pesta pernikahan GKR Maduretno dan KPH Purbodiningrat, meja gudeg Kranggan ditata secara tradisional, masakan ditempatkan pada kendil, kuali dari tembikar dengan daun pisang sebagai alas. Selain gudeg Kranggan, di meja yang sama juga terhidang masakan kegemaran para bangsawan, gudeng Manggar, yaitu gudeg yang terbuat dari manggar atau bunga kelapa, bukan nangka muda seperti gudeg biasa. Deretan meja lain yang tidak kalah menarik, adalah meja yang menyajikan bakmi Jawa. Bakmi Jawa adalah masakan kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono IX atau ayahanda Sultan HB X yang kini bertahta. Bahan dasar adalah mie telur, tetapi dengan bumbu-bumbu yang khas dipakai pada masakan Jawa yaitu bawang merah, bawang putih, kemiri dan lada yang ditumir dengan margarin atau minyak. Untuk mengolah mie Jawa biasanya memakai penggorengan tembikar atau baja dengan bahan bakar arang, sehingga menambahkan aroma asap pada masakan. Mie telor dimasak dengan penyedap daging ayam yang disuwir-suwir atau dicabik-cabik, kocokan telur bebek dan ditambahkan irisan daun kol, daun seledri serta cabe rawit. Tersedia dua pinggan mie Jawa, yaitu yang digoreng kering atau yang sedikit berkuah yang biasa disebut dalam bahasa Jawa "nyemek-nyemek". Di meja lain terhidang dendeng ragi. Dendeng ragi adalah masakan kegemaran Sri Sultan HB VII, yang biasanya menikmati santapan dalam jumlah besar tetapi untuk disisakan bagi istri dan putra-putrinya sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Dendeng ragi terbuat dari daging sapi yang diolah dengan bumbu bawang, lengkuas, daun salam, serai, daun jeruk, gula merah, asam, ketumbar, dan cabai serta parutan kelapa muda. Masih banyak hidangan lain yang dapat menggugah selera tetamu, misalnya, soto bebek alih-alih soto ayam yang sudah biasa dihidangkan dalam pesta. Bistik sapi komplit, salah satu hidangan yang tersaji pada perhelatan itu. Cerita mengenai bistik sapi tidak lepas dari kisah Sri Sultan HB IX sebagai penggemarnya, yang sering pula memasak sendiri bistik sapi pada hari Minggu. Daging sapi dalam olahan tersebut dibumbui bawang merah. Lada, pala, garam dan kecap dan dimasak sampai lunak, kemudian dihidangkan bersama rebusan sayur wortel, buncis yang kemudian ditumis dengan mentega, serta irisan kentang rebus dan disirap saus berbumbu kecap, pala, lada, gula dan cuka. Aneka selada dengan bumbu mayonese, rujak dan aneka buah terhidang sebagai penyegar, sementara kue-kue tradisional yang manis dan legit juga disajikan dalam bentuk mungil dan warna-warni yang membuat santapan lezat itu terlihat indah. Sementara petugas hilir mudik membawa aneka minuman ringan dan meja-meja berisi sari buah dan air putih terus menerus diisi ulang, tuan rumah juga memanjakan tetamu dengan hidangan internasional. Tempura, masakan dari Jepang menjadi salah satu santapan yang banyak peminatnya. Ada udang, ikan, terong, ubi, paprika yang dibalut tepung dan digoreng dengan bumbu tempura yang lebih disesuaikan dengan lidah Indonesia, sehingga parutan lobak yang biasanya menyertai kuah tempura, kali ini tidak terlihat. Masakan asing lainnya adalah daging sapu masak bulgogi dari Korea, disajikan dengan setup sayur dan nasi putih yang hangat dan pulen. Es puter dengan rasa santan yang kental laris-manis diserbu tamu kanak-kanak yang datang mengikuti orang tua mereka, demikian pula minuman tradisional bajigur yang manis, hangat berisi irisan roti tawar dan potongan kelapa muda. Masih banyak hidangan lain yang bisa dipilih, meskipun para tamu tidak mampu mencicip seluruh masakan. Ada nasi goreng, cap cai, ayam goreng, empal, ikan seperti olahan yang biasa tersaji papa pesta-pesta. Hidangan masih terus tersaji, tetapi malam sudah semakin beranjak larut, para tamu dengan perut penuh mulai mengantri untuk bersalaman dengan pengantin putri yang sebelumnya bergelar dan bernama Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurkamnari Dewi dan kini menjadi GPH Maduretno serta suaminya KPH Purbodiningrat yang sebelumnya bernama Jun Prasetyo didampingi orang tuanya. Sementara itu, para sopir yang mengantar tamu-tamu, juga menikmati hidangan khusus yang tersedia untuk mereka berupa makanan dalam kotak yang dibagikan dengan menukar kupon yang tersedia pada undangan. Hidangan khas keraton Kasultanan Yogya masih banyak, misalnya semur gelatik kegemaran Sultan HB VIII, zwaart zuur masakan asal Belanda berupa bebek masak anggur kegemaran HB IX, bir Jawa dan aneka kue. Makanan kegemaran keraton bisa jadi akan bertambah kaya, mengingat, menantu Sri Sultan HB X dan GKR Hemas yaitu GPH Purbodiningrat adalah pemilik rumah makan di Yoyakarta. Jun Prasetyo, nama kecil GPH Purbodiningrat yang pernah menimba ilmu di Southestern University, Washington DC, AS adalah pemilik Dragonfly Restaurant di Yogyakarta. (*)

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008