Washington (ANTARA News) - Sebuah tim ahli astronomi internasional telah menemukan supernova termuda yang dikenal di Galaksi Bima Sakti, dengan melacak perluasan cepat sisa-sisa ledakan, demikian laporan NASA, Rabu. Hasil itu, dengan menggunakan "Chandra X-ray" milik NASA dan Very Large Array (VLA) milik National Radio Astronomy Observatory, mungkin membantu meningkatkan pemahaman kita mengenai seberapa sering "supernova" meledak di Galaksi Bima Sakti. VLA adalah kompleks observatorium radio asttonomi yang terdiri dari 27 buah antena radio yang masing-masing memiliki diameter 25 meter (82 kaki) dan berat 209 metrik ton. "Supernova" adalah ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi yang teramat besar. Ledakan supernova itu terjadi sekitar 140 tahun lalu, sehingga membuatnya jadi yang paling akhir di Bima Sakti. Sebelumnya, "supernova" terakhir yang dikenal di galaksi kita terjadi sekitar 1680, perkiraan yang dilandasi atas perluasan sisanya, Cassiopeia A. Temuan paling akhir semacam itu, "supernova" yang tak dikenal adalah satu langkah pertama dalam pembentukan perkiraan yang lebih baik mengenai seberapa sering ledakan bintang terjadi. "Supernovae", jamak dari "supernova", memanaskan dan membagikan kembali sangat banyak gas, dan memompa anasir berat ke luar ke sekeliling mereka. "Supernovae" dapat menyulut pembentukan bintang baru sebagai bagian dari lingkaran kematian dan kelahiran kembali bintang. Ledakan tersebut juga dapat meninggalkan, selain sisa yang luas, satu bintang netron pusat atau lubang hitam. Ledakan "supernova" paling akhir tak terlihat dengan teleskop optik karena itu terjadi di dekat pusat galaksi dan tertanam di satu ladang yang dipadati gas dan debu. Namun, sisa yang ditimbulkannya dapat dilihat dengan menggunakan Sinar-X dan teleskop radio. Ahli astronomi biasanya mengamati "supernovae" di galaksi lain seperti galaksi kita. Berdasarkan pengamatan itu, para peneliti memperkirakan sebanyak tiga "supernova" meledak setiap abad di Galaksi Bima Sakti. "Jika perkiraan angka `supernoavae` itu benar, mestinya terdapat sisa dari sebanyak 10 ledakan `supernova` yang lebih muda dibandingkan dengan Cassiopeia A," kata David Green dari University of Cambridge di Inggris -- yang memimpin studi VLA. "Luar biasa jika pada akhirnya (kita) dapat melacak salah satu dari `supernovae` tersebut." Selain menjadi pemegang catatan bagi supernova termuda di Bima Sakti, objek itu memiliki kepentingan lain. kecepatan perluasan yang tinggi dan energi partikel ekstrim yang telah digerakkan tak pernah terjadi sebelumnya dan mesti mendorong studi lebih dalam mengenai objek tersebut dengan "Chandra and Very Large Array", demikian laporan Xinhua. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008