Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengatakan, Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang kuat dan memiliki visi ke depan dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin berat. Hal tersebut disampaikan Akbar pada acara Temu Silaturahmi Antar Generasi bertema "Kebangkitan Nasional Babak Dua" yang diselenggarakan Komunitas Keluarga Besar (KKB) Angkatan 66, di Jakarta, Kamis. Acara yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional 1908-2008 itu dihadiri para aktivis pergerakan nasional dari angkatan 45, 66, 74, 78 dan 98. "Hakekat seorang pemimpin bangsa itu adalah mempunyai amanah dan mampu hadapi kesulitan di tengah kondisi yang serba sulit," katanya dalam acara yang juga dihadiri tokoh Angkatan 66, Cosmas Batubara, itu. Akbar Tandjung yang juga aktivis Angkatan 66 itu menambahkan, dalam sistem demokrasi di Indonesia, hanya partai politiklah yang berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden yang dilaksanakan secara langsung, terbuka, dan demokratis. "Tetapi tentunya parpol yang berhak mengajukan itu juga harus memenuhi syarat dukungan suara yang cukup melalui pemilu legislatif. Karena itu, parpol diharapkan dapat menetapkan pemimpin yang betul-betul sesuai dengan harapan rakyat," katanya. Akbar yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar itu menganggap penting dilakukannya rekrutmen calon pemimpin bangsa oleh partai politik sesuai mekanisme partai tersebut. "Kita harus berani mendorong parpol untuk menyeleksi calon pemimpin yang bisa diandalkan," katanya. Pada bagian lain, Akbar Tandjung juga menyinggung mengenai penyederhanaan jumlah partai politik yang dinilainya memang saat ini terlalu banyak. "Kita tidak perlu jumlah partai yang terlalu banyak. Akan lebih bagus kalau ke depan didorong penyederhanaan partai, tetapi harus secara demokratis dan tumbuh dari kesadaran bahwa negara kita memang tidak memerlukan jumlah partai yang banyak," katanya. Kondisi bangsa Sementara itu, Ketua Umum KKB Angkatan 66, Bangun Usman Harahap, menyatakan rasa keprihatinan atas kondisi bangsa saat ini, ditandai dengan hilangnya rasa persatuan dan kesatuan. "Perbedaan pendapat selalu diselesaikan dengan mengedepankan keegoan dan arogansi, sehingga kekerasan kerap terjadi di mana-mana, hanya untuk mempertahankan pendapatnya," katanya. Hal tersebut, kata Usman harahap , harus segera dihentikan dengan kembali menanamkan semangat kesatuan dan persatuan bangsa melalui momentum seabad Kebangkitan Nasional. Sedangkan Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 (DHN 45) R Soeprapto menilai, orde reformasi sejak 1998 hingga saat ini kurang terpimpin, tidak terprogram dan tidak terkoordinasikan dengan baik. Akibatnya, muncul krisis moralitas dan krisis sosial ekonomi. "Jadi reformasi ini berjalan tidak pada jalur yang benar. Ini bisa terjadi antara lain karena lemahnya kepemimpinan nasional," katanya. Karena itu , lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, perlu ada gerakan moral untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan agar bangsa Indonesia dapat meraih masa depannya yang lebih baik. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008