Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN), Prof JE Sahetapy SH MA, menyatakan semua uang yang masuk ke lembaga negara di tanah air termasuk Mahkamah Agung (MA), harus diaudit. "Jika MA tidak mau diaudit, maka dasarnya apa?," katanya dalam acara diskusi terbatas "Evaluasi Pengelolaan Keuangan MA dan Audit Biaya Perkara", di Jakarta, Jumat. Sebelumnya, MA menolak untuk diaudit biaya perkara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena berpijak bahwa uang biaya perkara itu merupakan titipan dari pihak ketiga hingga tidak masuk dalam uang negara. MA menyatakan siap diaudit biaya perkara asalkan sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Biaya Perkara, seperti hasil pertemuan antara MA dan BPK di Istana Presiden pada 21-22 September 2007. JE Sahetapy mengatakan dirinya siap membantu jika kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) hendak melaporkan penolakan MA dalam audit biaya perkara itu, ke komisi III dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tapi persoalannya LSM sebelum melaporkan itu, harus memiliki dasar yang kuat dalam membawa pelaporan itu," katanya. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Mahkamah Agung (MA) sudah memenuhi unsur melakukan melawan hukum, terkait menolaknya diaudit biaya perkara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dua hal yang sudah memenuhi unsur melawan hukum pada MA, yakni, rendahnya menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan uang dari BPK dan menolak audit biaya perkara," kata Febri Diansyah, peneliti ICW, dalam acara diskusi terbatas "Evaluasi Pengelolaan Keuangan MA dan Audit Biaya Perkara", di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan unsur melawan hukum oleh MA itu dalam biaya perkara, dapat terbukti dari temuan awal BPK adanya rekening Ketua MA, Bagir Manan sebesar Rp7,45 miliar. Kemudian, terdapat salah guna kewenangan jabatan karena mengatur pengelolaan biaya perkara yang tidak transparan dan menghambat KPK BPK menjalankan tugas. "Unsur melawan hukumnya lainnya, yakni, mengelola perkara tidak berdasarkan asas pengelolaan keuangan negara, dan tidak memenuhi kewajiban mengembalikan sisa biaya perkara pada pihak yang berhak," katanya. Sebelumnya, Panitera MA, Sareh Wiyono, menyatakan, MA tidak keberatan untuk diaudit biaya perkara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama ada payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Biaya Perkara. "MA tidak keberatan kalau akan diaudit oleh BPK soal uang biaya perkara, asalkan ada payung hukumnya," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008