Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan perlu iman dan takwa, supaya seseorang tidak terseret arus dalam "zaman edan", istilah terkenal dari Raden Ngabei Ranggawarsita untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang tidak menentu. "Iman dan ketakwaan adalah nilai luhur dengan ruh yang tidak akan pernah berubah dari zaman ke zaman meskipun formatnya berubah mengikuti kondisi sebuah zaman," kata Bambang saat menjadi pembicara pada seminar tentang naskah Ranggawarsita di Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat. Bambang membagi interpretasi naskah Ranggawarsita tentang zaman edan ke dalam tiga kategori, yaitu berdasarkan moral, sosiologi dan determinasi sejarah. Berdasar interpretasi moral, Bambang memberikan gambaran tentang kondisi rakyat yang seolah-olah sudah tidak memiliki pilihan hidup, karena terhimpit dengan beban kehidupan yang semakin tinggi. Cobaan di dalam hidup, menurut Bambang, terkadang membuat seseorang menjadi lupa, sehingga ia melakukan tindakan yang merusak integritas diri sendiri akibat merasa tidak memiliki pilihan lain. "Tetapi jika digali lebih dalam, mereka masih memiliki pilihan di dalam hidup seperti baris terakhir dari syair Zaman Edan Ranggawarsita, yaitu menjadi orang yang beriman dan bertakwa," kata Bambang yang menyebutkan bahwa substansi dari takwa adalah waspada. Istilah Zaman Edan pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal ialah: amenangi zaman edan, ewuhaya ing pambudi, melu ngedan nora tahan, yen tan melu anglakoni, boya keduman melik, kaliren wekasanipun, ndilalah kersa Allah, begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling klawan waspada. Atau bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah menyaksikan zaman gila, serba susah dalam bertindak, ikut gila tidak akan tahan, tapi kalau tidak mengikuti (gila), tidak akan mendapat bagian, kelaparan pada akhirnya, namun telah menjadi kehendak Allah, sebahagia-bahagianya orang yang lalai, akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada. Sementara itu, dari sisi sosiologi, Bambang menilai bahwa kondisi masyarakat Indonesia sekarang tengah berada dalam titik singgung dua budaya yang tengah mengalami transisi. Masyarakat Indonesia tengah mengalami transisi dari budaya ekonomi agraris tradisional ke budaya ekonomi industrialis modern dan budaya politik otoritarian ke budaya politik demokratis. "Di satu pihak, masyarakat Indonesia telah melepaskan nilai-nilai dari budaya lama, tetapi di lain pihak masyarakat belum mampu menggapai nilai budaya yang baru," kata Bambang. Masyarakat Indonesia kini juga menjadi masyarakat tanpa nilai, sehingga mereka dijangkiti penyakit anomi dan kriminalitas. Ulangan sejarah Bila dirunut dari determinasi sejarah, Bambang menyebutkan bahwa kondisi sosial di masyarakat yang ada saat ini adalah ulangan dari kondisi yang hampir sama beberapa tahun ke belakang. "Sesuai dengan teori siklo sosial yang disampaikan seorang ahli ekonomi Ravi Batra, bahwa peristiwa sosial di dalam masyarakat berulang mengikuti siklus sosial yang teratur, dengan jarak waktu antar siklus yang hampir sama," kata Bambang yang meyakini Ronggowarsito adalah salah satu wali yang ada di Jawa. Bambang menyebut, teori yang diungkapkan Batra hampir sama dengan sebuah filsafat Jawa, yaitu "Cokro Manggilingan." Ia mencontohkan, kondisi yang terjadi saat ini belum merupakan puncak dari zaman edan berdasar teori yang diungkap Batra, karena puncak zaman edan terjadi dengan jangka waktu tiap 30 tahun. Terakhir kali terjadi zaman edan ialah pada 1979, sehingga Bambang memperkirakan bahwa puncak zaman edan ialah pada 2009 atau 2010. "Untuk itu, masyarakat Indonesia harus terus bersabar dan terus belajar sehingga bisa melalui ujian dengan baik," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008