Washington, (ANTARA News/Reuters) - Usaha menyediakan air bersih untuk korban bencana ternyata jauh lebih penting dibanding mengurus mayat-mayat. Masalahnya, mitos tetap saja menyebutkan bahwa bagaimanapun jenazah akan menyebarkan penyakit. Badan Kesehatan Dunia, WHO, akhir pekan lalu menyatakan hal tersebut setelah mengamati tim penolong gempa Cina yang justru membagikan larutan pembasmi hama untuk disemprotkan ke mayat-mayat korban gempa. Keprihatinan serupa juga ditujukan untuk Myanmar yang diterpa Topan Nargis. WHO menyarankan agar petugas penolong memusatkan diri pada korban hidup, bukan yang telah meninggal. Perhatian khusus harus diberikan kepada para korban yang berumur tua, yang sangat muda, dan yang sakit. "Ada keyakinan yang keliru tapi sudah menyebar luas bahwa mayat adalah sumber penyakit dan mengancam kesehatan masyarakat. Ini tidak benar," tulis WHO dalam suatu pernyataan. "Tidak ada ancaman kesehatan yang ditimbulkan mayat. Kesalahpahaman ini menyebabkan penugasan yang tidak perlu pada saat kritis," tulis WHO. Badan PBB itu juga menyebutkan media dan wartawan yang mendapat informasi keliru juga memberikan tekanan dan hal itu dapat menyebabkan pemerintah tindakan yang tidak tepat. "Contohnya adalah menyemprotkan desinfektan di kawasan sekitar mayat-mayat serta menutupi korban dengan kapur," tulis WHO. Menurut badan tersebut, belum pernah ada kasus terdokumentasikan bahwa mayat punya kaitan dengan wabah yang timbul setelah bencana alam. "Mereka yang tewas akibat bencana alam umumnya dalam keadaan sehat saat meninggal, karena itu kecil kemungkinannya di jadi sumber infeksi," tulis WHO. Lebih lanjut, organisasi itu juga menyatakan bahwa wabah lebih besar kemungkinannya muncul dari makanan yang kurang terjaga serta air kotor. "Makanan yang tidak aman serta kurangnya akses ke air bersih, kamar mandi dan kakus, menciptakan risiko wabah penyakit menular. Jika jumlah korban di pengungsian sementara sudah melebihi daya tampung, hal itu akan memperbesar bahaya," tulis WHO. Badan dunia itu mencatat kekeliruan-kekeliruan lain yang dapat menghambat usaha pertolongan adalah : -Mitos bahwa sukarelawan dari luar negeri dengan semua latar belakang medis diperlukan. -Kenyataannya : masyarakat setempat hampir selalu dapat memenuhi usaha pertolongan pertama. Tenaga yang dibutuhkan hanya personel medis trampil yang tidak tersedia di negara tempat bencana terjadi. -Mitos : Bencana membunuh tanpa pandang bulu. -Kenyataannya : bencana paling parah terjadi pada kelompok yang paling lemah -- khususnya perempuan, anak-anak dan orang tua. -Mitos : menempatkan para korban di pengungsian sementara adalah alternatif terbaik. -Kenyataannya : hal itu seharusnya menjadi alternatif terakhir. Banyak badan bantuan secara tepat mengalihkan dana pengadaan tenda menjadi bahan-bahan bangunan, alat, dan dukungan konstruksi lainnya di negara yang terkena bencana.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008