Bandung (ANTARA News) - Pemuda berinisial DD (30) sesekali tatapan matanya menerawang ke angkasa sambil terlihat seperti menyesali apa yang telah diperbuatnya sejak tahun 1997 silam. Pria berkulit putih dan perawakan kurus mengaku telah menjadi Kepala Desa NII di Kawasan Pulogadung Jakarta yang dalam peta NII masuk dalam Koordinatorat Wilayah (KW 9). Kini DD memilih bertaubat dan bergabung dengan FUUI setelah menyadari apa yang sudah dilakukannya sebagai kesalahan. Saat ditemui di halaman Mesjid Al Fajr, Bandung, Selasa , DD mengaku awalnya dia tertarik dengan ajakan salah seorang temannya yang menawarkan sebuah pemerintahan yang berazaskan syari`at Islam. Dalam kondisi tidak menentu karena tidak punya pekerjaan DD dengan penasaran bersedia diajak menemui seseorang oleh temannya itu. Entah karena apa semenjak bertemu dengan orang tersebut DD seperti mendapatkan harapan dan pegangan baru. Alhasil DD pun bersedia menjadi anggota NII dengan cara melalui upacara hijrah. Meski tawaran hijrah dari NKRI menjadi NII membuat DD heran, namun dirinya tidak merasa keberatan untuk upacara hijrah dan harus mengeluarkan uang sebesar Rp2 juta. "Pokoknya setiap orang harus berinfak minimal Rp2 juta untuk upacara hijrah. Uang itu sebagai penebus dosa, semakin tua seseorang maka jumlah yang harus dibayar lebih mahal karena dianggap dosanya lebih besar," ujar DD. Usai dilantik, DD kemudian diangkat sebagai Kepala Desa di kawasan Pulogadung Jakarta, dengan membawahi 9 pos (Kepala dusun). Dengan 9 pos tadi DD harus membiayai masing-masing pos sebesar 25 US Dollar/bulan dan diwajibkan menyetor ke bupati sebesar Rp26 juta/bulan. Untuk menutupi kewajiban tersebut DD dihalalkan mencuri, merampok atau tindakan kriminal lainnya asal tidak dilakukan terhadap sesama anggota NII. Dalam sebuah kasus seperti diceritakan DD, dia kerap mencuri barang-barang milik orang yang sedang sholat di sebuah mesjid di Jakarta. Hal ini tentunya dilakukan DD atas keyakinan bahwa orang yang diluar anggota NII hartanya dengan segala cara halal dan harus dimiliki. Atas praktek yang dilakukannya sebagai Kades NII, DD mengaku mendapatkan gaji sebesar Rp70.000 dari staf bupati. Namun sayangnya itupun tidak diterima dalam bentuk uang tapi dalam bentuk kuitansi yang harus ditandatangani. "Anehnya saya waktu itu senang saja, tidak pernah protes atau melawan. Semenjak menjadi Kades NII, dalam setahun saya diwajibkan menghadiri pertemuan dengan pemerintah NII pusat, yakni di Ponpes Al-Zaitun Indramayu. Biasanya pertemuan itu dilakukan pada saat lebaran 1 Syawal dan pada tahun baru hijriah yakni tanggal 1 Muharam," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008