Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia merasa lega tapi juga khawatir menanggapi pengumuman pemerintah mengenai kenaikan besaran harga bahan bakar minyak (BBM) rata-rata sekitar 28,7 persen. Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Rabu, mengatakan kalangan dunia usaha bersyukur mendapat kepastian besaran kenaikan BBM, setelah hampir sebulan terombang-ambing dalam ketidakpastian. "Keputusan final pemerintah itu cukup melegakan karena dengan begitu, kalangan pengusaha bisa memiliki patokan dalam menghitung ulang rencana bisnis mereka, biaya produksi, dan target marjin yang akan diperoleh tahun ini," ujarnya. Sebelumnya pada Rabu sore, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Pemerintah memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi rata-rata sebesar 28,7 persen. "Angka relatifnya sudah final yaitu sebesar 28,7 persen," kata Menkeu. Kendati demikian, lanjut Bambang, para pelaku usaha masih diliputi kekhawatiran karena memikirkan dampak dan kerusakan ekonomi akibat kenaikan harga BBM, di samping demonstrasi yang terus marak menolak kenaikan harga BBM. "Kadin Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memberi kepastian tentang besarnya kenaikan harga BBM. Dengan kepastian itu, bobot masalah tekanan APBN-P 2008 sudah tereduksi," ujar dia. Namun Bambang mengingatkan pemerintah agar jangan bermain dengan waktu, karena semakin lama pemerintah bermain dengan waktu pemberlakuan kenaikan tersebut akan semakin besar spekulasi di masyarakat. "Menurut kami, umumkan segera keputusan waktu final agar terwujud kepastian," katanya. Ia khawatir rentang waktu pengumuman pelaksanaan kenaikan harga BBM akan mendorong spekulan menimbun beragam barang kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan pokok, dan BBM. "Pemerintah harus segera menurunkan aparatnya ke pasar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penimbunan atau kelangkaan barang di pasar. Dalam situasi seperti sekarang, jangan lagi rakyat disakiti dengan membiarkan para spekulan beraksi," ujar Bambang. Menanggapi pertanyaan seandainya pemerintah tidak jadi menaikkan harga BBM, akibat penolakan yang semakin besar di masyarakat, Bambang mengatakan pemerintah harus mengambil pilihan lain mengatasi tekanan APBN mengingat harga minyak telah mencapai angka 130 dolar AS per barel. "Opsi lain meringankan beban APBN-P 2008 memang masih ada, yaitu penjadwalan kembali pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri, mengingat sekitar 30-40 persen APBN untuk pembayaran utang. Masalahnya pemerintah mau atau tidak menggunakan opsi itu," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008