Oleh Edy Supriatna Sjafei Jakarta (ANTARA News) - Perkembangan baru menyangkut sikap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menghadapi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung ditanggapi berbeda-beda oleh pimpinannya. Ahmad Sulaeman, salah satu pemimpin JAI di Cirebon, Jawa Barat, menyatakan bahwa sudah siap menerima apa pun keputusan Pemerintah. Ia berpendapat bahwa Pemerintah merupakan pemimpin yang harus ditaati. "Allah berfirman taatlah kamu kepada Allah, Rasul, dan pemimpin di antara kamu. Yang dimaksud pemimpin adalah Pemerintah yang sah, sehingga jika keluar SKB dari Pemerintah, maka saya akan saya mentaati," katanya kepada wartawan usai Shalat Dhuhur di Mesjid Al Mubarak, Gang Anggrek, Jalan Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon. Ia mengaku bahwa tidak mengetahui apa isi SKB tersebut, namun apapun yang akan tertera dalam SKB itu, maka harus dijalani dengan baik. "Sesuai hasil pertemuan dengan Kepala Depag Cirebon, Kesbanglinmas, dan Kejaksaan, kami sudah memberitahukan kepada jamaah untuk tetap tenang menghadapi keluarnya SKB dan mentaati apapun isi SK itu," katanya. Hal senada diungkap Kepala Depag Cirebon H Abdul Gofar bahwa pengurus Ahmadiyah Kota Cirebon sudah menyatakan siap menerima apapun keputusan Pemerintah yang akan tertuang dalam SKB. "Saya bersama Kesbanglinmas, Kejaksaan dan Kepolisian datang menemui pengurus Ahmadiyah di sini untuk mengingatkan sebentar lagi SKB akan keluar sehingga harus mentaati apapun yang akan diputuskan dan tidak berbuat hal-hal yang bersifat provoktatif," katanya. Suasana di sekitar Masjid Al Mubarak tampak tenang, namun sejumlah petugas keamanan tetap melakukan pengawasan, termasuk beberapa kali mobil patroli melintasi gang di depan mesjid tersebut. Usai pertemuan, Ahmad Sulaemen langsung memimpin Shalat Dzuhur berjamaah yang dilanjutkan dengan pertemuan dengan sekitar 20 jemaah Ahmadiyah untuk menyampaikan hasil-hasil pertemuan dengan Departemen Agama (Depag), Kejaksaan dan Kepolisian. Papan nama Mesjid Al Mubarak sudah tidak ada. Demikian juga papan nama di pinggir jalan Dr Cipto Mangunkusumo. Sementara itu, situasi di komunitas Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, berlansung normal. Namun, polisi nampak tetap melakukan penjagaan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Menurut Ketua Gerakan Anti Ahmadiyah (GERAH) Kuningan Moh Nasarudin, pihaknya menginginkan Pemerintah segera mengeluarkan SKB yang sejalan dengan rekomendasi Bakor Pakem Pusat sehingga nanti pihaknya siap membawa kembali pengikut Ahmadiyah ke jalan yang benar. Ia juga tetap meminta umat Islam di Kuningan untuk tidak melakukan penyerangan fisik terhadap jemaah Ahmadiyah karena akan menodai kerukunan hidup beragama. "Kalau SKB yang melarang Ahmadiyah keluar lalu mereka membandel, kita tinggal lapor saja kepada aparat hukum," kata Ketua DKM Mesjid Al Huda, Desa Manis Lor. Berbeda dengan pengikut JAI lainnya, ada lima anggota JAI dari Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Konsulat Australia di Denpasar, Bali. Mereka minta suaka politik. Namun, pihak Konsulat Australia menolak permintaan suaka dari enam warga JAI itu. Keenam warga JAI yang datang ke Konsulat Australia tersebut diminta untuk langsung ke Kedutaan Besar Australia di Jakarta. "Intinya kedatangan kami ditolak," kata Nengah Jimat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, yang mendampingi anggota JAI. Anggota JAI yang menumpang mobil angkutan kota itu datang ke Konsulat Australia di Denpasar sekitar pukul 10.30 wita. Mereka didampingi anggota LBH Bali. Setelah menunggu cukup lama, kemudian mereka memperoleh kepastian bahwa permintaan suaka ditolak. Di Konsulat Australia, anggota JAI hanya diterima petugas melalui loket dan diajak berbicara lewat lubang jendela. Seorang petugas di Konsulat Australia hanya bisa menyarankan agar para pencari suaka tersebut langsung ke Jakarta. Setelah gagal bertemu dengan Konsul Australia, rombongan JAI berganti sasaran menuju Konsulat Jerman. Namun di perwakilan asing di Denpasar itu, keinginan meminta suaka juga mendapat tanggapan sama, ditolak. Zulhaen, di antara enam anggota JAI tersebut, menyatakan sangat kecewa upaya mencari perlindungan di dua konsulat asing tak mendapat jawaban sesuai harapan. Padahal, anggota JAI di Lombok hidup tertindas dan tidak mendapat perlindungan dari pihak berwajib setempat. "Meski sekarang gagal, kami berharap suatu saat nanti bisa mendapatkan suaka melalui perwakilan negara asing," kata Zulhaen. Di Pulau Lombok dikabarkan terdapat sekitar 195 kepala keluarga anggota JAI. Setelah terjadi beberapa kali kerusuhan dan aksi kekerasan terhadap anggota JAI setempat, mereka mengungsi masing-masing 138 KK di Asrama Transito Mataram dan 57 KK di bekas RS Praya, Lombok Tengah. Berbeda dengan Mubaligh Ahmadiyah lainnya, Nasrun Aminullah Muchtar (24), tetap bersikeras sekaligus membantah jika Ahmadiyah dituduh sebagai ajaran sesat. "Itu fitnah. Kami bukan ajaran sesat karena syariat yang diajarkan kepada jemaah Ahmadiyah sama seperti ajaran Islam," tegas Nasrun di desa Toapaya Selayan, Kelurahan Toapaya, Kabupaten Bintan. Nasrun mengungkapkan, perbandingan antara ajaran Ahmadiyah dengan Islam. Menurut dia, perbedaan antara ajaran Ahmadiyah dengan Islam hanya terletak pada keyakinan "kehadiran" Nabi Isa di dunia. Ahmadiyah berkeyakinan "permisalan" nabi Isa sudah turun ke dunia. Nabi Isa menurut Ahmadiyah adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pendiri Ahmadiyah. Sedangkan, umat Islam berkeyakinan nabi Isa akan turun ke dunia pada akhir zaman. "Kitab yang kami gunakan adalah al-Quran dan hadits nabi," katanya. Nasrun mengungkapkan, pengikut Ahmadiyah terbesar di Kepri berada di Batam Centre, jumlahnya sekitar 100 orang, selebihnya berada di Bintan. "Ahmadiyah terus berkembang, jumlah pengikutnya bertambah," ujar Nasrun yang tinggal di rumah Jalan Kakak Tua, Desa Simpangan, Kelurahan Tuopaya Selatan, Kecamatan Tuopaya, Kabupaten Bintan. Pengikut Ahmadiyah di tempatnya mengabdi hanya empat keluarga yang dipimpin M Sani. Ia mengungkapkan, Ahmadiyah memiliki 325 cabang di Indonesia, yang dipimpin oleh H Abdul Basyid. "Jumlah pengikut Ahmadiyah di dunia sekitar 250 juta orang," ucap Nasrun. Pendiri Ahmadiyah adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908, yang lahir di Qadian, India. Kemudian kepemimpinan Ahmadiyah di dunia dilanjutkan Hazrat Maulana Alhaj Hakim Nuruddin, Hazrat Alhaj Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Hazrat Mirza Nasir Ahmad dan yang saat ini masih memimpin Hazrat Mirza Taher Ahmad. "Pemimpin kami saat ini berada di London," ujarnya menegaskan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008