Jakarta (ANTARA News) - Aparat kepolisian sebaiknya bersikap proporsional dalam menangani mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan harga produk pangan. "Apa yang disampaikan kalangan mahasiswa itu sesungguhnya cukup baik. Oleh karena itu, pihak berwajib seyogianya dalam menangani mereka harus bersikap proporsional," kata Rektor Universitas Pelita Harapan (UPH) Jonathan L. Parapak, menanggapi banyaknya aktivis mahasiswa yang ditahan pihak polisi di Jakarta, Sabtu. Dalam berdemokrasi, katanya, menyampaikan pendapat dan kepentingan umum merupakan hal biasa, namun juga harus disampaikan secara sopan, sehingga tidak bersifat anarkis. "Sampaikan pendapat itu dengan baik dan jangan sampai mengganggu pihak lain," katanya, seraya menambahkan, mahasiswa yang ditangkap itu sebaiknya cepat diproses agar yang tidak bersalah juga dapat mengikuti kuliah atau persiapan ujian. Mantan Dirjen Pos dan Telekomunikasi itu juga mengatakan, dalam menyikapi terjadinya kenaikan harga BBM sebaiknya tidak bersikap emosional, tetapi harus didasarkan pada aturan yang sudah ada. "Semua harus dikembalikan kepada aturan yang berlaku, intinya jangan sampai tuntutan untuk tidak menaikkan harga BBM dan produk pangan itu dipelitir menjadi seolah-oleh urusan politik," kata Jonathan. Segera bebaskan! Jangan pakai cara-cara represif Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Dr. (C) Laksanto Utomo menuntut pihak polisi segera membebaskan sejumlah mahasiswa yang ditahan di Polres Jakarta Selatan. "Kami minta aparat kepolisian segera membebaskan tiga mahasiswa Universitas Sahid yakni Moin Tualeka, Rifsia Iga Riadi, dan Ari. Karena mereka itu hanya menyampaikan keberatan adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM," katanya. Demo atau menyampaikan pendapat itu juga disampaikan di halaman Kampus Usaid, Jalan Soepomo, yang tidak banyak mengganggu arus lalu lintas. Laksanto yang juga sebagai praktisi hukum itu mengatakan, pihaknya sudah berusaha menemui Kapolres Jakarta Selatan, tetapi sampai saatini belum dapat dilakukan pertemuan. Laksanto mengaku tambah kaget ketika menerima kabar dari keluarganya kalau mahasiswanya itu kini sudah berstatus menjadi tersangka. "Saya tadi mendapat kabar, katanya para mahasiswa itu sudah dinaikkan statusnya menjadi tersangka. Ini sangat bertentantangan dengan alam demokrasi yang memberikan ruang gerak para mahasiswa dan aktivis untuk melakukan kontrol kepada kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan banyak orang," kata Laksanto. Menurut dia, aspirasi yang disampaikan para mahasiswa itu seyogianya dapat dijadikan koreksi atau kontrol terhadap kekuasaan, dan bukannya malah "dimatikan" melalui cara-cara yang represif. "Cara represif untuk mempertahankan keuasaan, harus segara diakhiri di Indonesia. Kita sudah mempunyai pengalaman panjang akan getirnya sebagian besar rakyat yang hidup di alam represif itu," katanya. Penangkapan tak surutkan aksi Di tempat terpisah, Front Perjuangan Rakyat (FPR) juga meminta pihak kepolisian membebaskan tanpa syarat 32 mahasiswa yang ditahan menyusul aksi demonstrasi menuntut pembatalan kenaikan harga BBM. Koordinator Umum FPR, Rudi HB Daman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, menyebutkan, pihaknya mengecam penangkapan 32 mahasiswa yang melakukan demonstrasi menuntut pembatalan kenaikan harga BBM . Menurut Rudi, adanya bentrok, penahanan dan penangkapan puluhan mahasiswa dan aktivis rakyat di berbagai kota di Indonesia yang menolak kenaikan harga BBM, tidak akan menyurutkan aksi menolak kenaikan harga BBM, katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008