Kebumen (ANTARA News) - Pabrik penghasil energi alternatif berupa bioethanol yang berbahan baku jagung didirikan di Desa Munggu, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen. Pabrik yang dikelola PT Bio Prima Energi Mandiri dan merupakan yang pertama di Jawa Tengah bagian selatan tersebut, diresmikan Bupati Kebumen, Hj Rustriningsih, Senin (26/5). Terkait berdirinya pabrik tersebut, Bupati Kebumen menyatakan, kehadiran pabrik bioethanol sebagai penghasil energi alternatif harus disambut dengan baik di saat harga minyak bumi semakin tinggi. Menurut dia, kebutuhan energi atau bahan bakar akan semakin meningkat sedangkan cadangan minyak bumi semakin menipis sehingga keberadaan energi alternatif sangat diperlukan. "Memang sudah saat pemerintah dan swasta ikut memikirkan bahan bakar alternatif BBM yang dari hari ke hari selalu naik," katanya. Dari aspek penyerapan bahan baku, kata dia, diperkirakan pabrik tersebut menyerap sekitar 6 ton jagung per hari. Menurut dia, hal tersebut tentunya akan menjadi peluang pasar yang cukup strategis bagi para petani di Kebumen. "Apalagi produksi jagung di Kebumen pada tahun 2007 mencapai 27.202,69 ton dan untuk Kecamatan Petanahan tercatat tercatat 3.622,19 ton sehingga patut disambut dengan baik oleh para petani," katanya. Sementara itu pemilik PT Bio Prima Energi Mandiri, Halim Dani Hidayat mengatakan, bioethanol atau biofuel yang berbahan baku jagung tersebut akan diproses dalam persentase tertentu agar bisa sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi. Menurut dia, pabriknya baru memproduksi bio ethanol dengan kadar 80-95 persen yang digunakan sebagai emulsi untuk kosmetik, "hair spray" (penyemprot rambut), obat nyamuk semprot, dan kebutuhan medis. "Diharapkan, ke depan kita bisa berkembang varian-varian lain seperti bio fuel 99,95 persen dan EM 4 untuk penyuburan tanah, serta Glutten untuk pakan ternak," katanya. Meski merahasiakan nilai investasi yang dikeluarkan untuk pabrik tersebut, dia optimis jika energi alternatif berbahan baku nabati akan menjadi pilihan setelah produksi minyak bumi mengalami penurunan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008