Jakarta (ANTARA News) - Sebesar 84 persen produksi migas yang dimiliki Indonesia kini dikuasai asing, sementara sisanya yang kebanyakan adalah sumur tua dikelola PT Pertamina (Persero). "Sebanyak 329 blok migas di tangan asing. Jika diletakkan titik-titik pada peta Indonesia, maka Indonesia sudah tergadaikan," kata Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Erwin Usman, pada diskusi publik dampak kenaikan BBM di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan luas lahan konsesi yang dikuasai asing untuk migas mencapai 95,45 juta hektar. Luas daratan seluruh Indonesia mencapai 192.257.000 hektar, sedangkan luas hutan Indonesia mencapai 101.843.486 hektar. Menurut dia, pada 2006 ada sekitar 1.194 kuasa pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah. Saat itu cadangan minyak Indonesia mencapai 4,3 miliar barel dan kemampuan memproduksi minyak mentah mencapai satu juta barel per hari. Karena itu, katanya, sangat tidak mungkin Indonesia kekurangan minyak. Dan menurut dia, adalah kesalahan pemerintah yang lebih banyak mengekspor minyak ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri. Atas alasan itu pula, lanjutnya, Walhi menolak kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 28,7 persen yang telah dilakukan pemerintah pada 23 Mei lalu. Sementara itu, ekonom dari Institute for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng mengatakan, posisi perusahaan asing memiliki kemampuan produksi paling besar. Keuntungan yang diperoleh juga besar karena perusahaan yang menjadi kontraktor BP Migas tidak menanggung risiko apapun, karena seluruh biaya produksi ditanggung pemerintah. Karena alasan itu pula, Koordinator Front Pembebasan Nasional (FPN), Anwar Ma`ruf mengatakan, agar pemerintah harus melakukan nasionalisasi seluruh industri migas Indonesia serta industri vital lainnya. Selain itu, pemerintah harus menyetop privatisasi 43 BUMN. Selain itu, dia mengatakan, perlu ada keseriusan untuk melakukan diversifikasi energi yang menjamin kelangsungan lingkungan. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008