Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengakui hingga kini suku bunga program Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih menjadi persoalan terlebih yang disalurkan melalui lembaga intermediasi atau lembaga keuangan mikro. "Suku bunga KUR memang masih menjadi persoalan apalagi saat disalurkan oleh lembaga intermediasi yang sampai `end user` bunga pinjaman hingga 24 persen per tahun," kata Deputi Meneg Koperasi dan UKM Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, Chairul Djamhari, di Jakarta, Sabtu. Ia mengatakan, dalam nota kesepakatan program KUR yang ditandatangani akhir tahun lalu bunga pinjaman dipatok maksimal 16 persen per tahun. Angka tersebut juga dinilai banyak pihak masih terlalu tinggi bagi program yang tujuannya untuk memperkuat permodalan pelaku UMKM. "Namun, kalau kita patok di angka yang lebih rendah akan dianggap merusak pasar simpan pinjam," katanya. Oleh karena itu, hingga kini pihaknya masih melakukan beberapa penyesuaian dalam pelaksanaan di lapangan agar KUR dapat disalurkan secara optimal. Pihaknya juga sedang mengupayakan agar KUR semakin merata di Indonesia dan tersedia hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. Selain itu, ia berharap KUR tidak sekadar berkutat membantu pelaku UMKM di sektor tertentu saja tetapi di semua sektor terutama bidang agraris. "Kita ini negara agraris, masyarakat yang bergerak di bidang pertanian dalam arti luas mencapai 64,8 persen. Jadi dukungan KUR bagi pertanian termasuk untuk masyarakat pesisir harus sepadan dengan perkembangan sektor lain," katanya. Pihaknya juga terus berusaha agar KUR dapat disalurkan pada debitur-debitur baru supaya benar-benar mampu menggerakkan sektor riil. Chairul menekankan sukses penyaluran KUR juga harus diikuti dengan keberhasilan pengembalian pinjaman atau menekan "Non Performing Loan" (NPL) serendah mungkin. "Kita sudah usul pada Komite Kebijakan yang mengawasi program ini supaya melakukan langkah-langkah agar kontrol pengembalian terlaksana dengan lancar," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008