Bandarlampung (ANTARA News) - Aksi mogok makan yang awalnya dilakukan tujuh aktivis Front Rakyat Menggugat (FRM), kemudian bertambah satu sehingga menjadi delapan orang, di kampus Universitas Lampung (Unila), di Bandarlampung, Provinsi Lampung, berakhir pada Sabtu (31/5) pagi. Koordinator FRM, Eko Susanto, di Bandarlampung, Minggu, membenarkan, aksi mogok makan itu telah disepakati oleh elemen unsur FRM untuk dihentikan, tapi mereka perlu mengkonsolidasikan diri lagi untuk membahas program perjuangan selanjutnya. "Mogok makan FRM berakhir terhitung sejak Sabtu (31/5) yang semula kami targetkan hingga Minggu (1/6) ini, mengingat kondisi teman-teman tidak memungkinkan lagi meneruskannya," ujar Eko pula. Aksi mogok makan itu dilakukan mulai Senin (26/5) lalu dengan tuntutan pembatalan kenaikan harga BBM. Namun mereka berencana menggelar aksi lanjutan untuk tetap mengkritisi kebijakan pemerintah yang berdampak buruk bagi masyarakat, seperti kenaikan harga BBM itu. Semula terdapat tujuh aktivis FRM mogok makan, namun berangsur menyusut jumlahnya satu per satu karena kondisi fisik mereka yang melemah. Akhirnya pada Jumat (30/5), dua aktivis yang sejak Senin lalu melakukan aksi mogok makan, "tumbang" sehingga harus dirawat di RSU Daerah dr H Abdul Moeloek (RSUDAM) di Bandarlampung. Aktivis yang paling akhir bertahan itu adalah Dedy Tornando (20) dan Amir Hamidan (20), keduanya dari Liga Mahasiswa Nasional Demokrat (LMND). Tapi, sejak Jumat, satu peserta sempat ikut bergabung dengan kedua aktivis itu untuk melakukan aksi mogok makan lanjutan dengan target baru berakhir pada Minggu ini. Dia adalah Muchtar Fredy (22), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandarlampung (UBL). Koordinator FRM dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Lampung, Eko Susanto, membenarkan, semula Fredy berencana melanjutkan aksi mogok makan itu hingga Minggu. Fokus pada agenda perjuangan berikutnya Tapi rencana itu dibatalkan, mengingat para aktivis FRM menyatakan harus melakukan konsolidasi secepatnya agar bisa fokus pada agenda perjuangan berikutnya. "Sejak Sabtu pagi itu, posko mogok makan dan aksi mogok makan FRM di Unila kami hentikan dan kami tutup," ujar dia. Adapula mereka yang akhirnya mundur, menolak untuk dibawa ke RS, dan memilih memulihkan kondisi mereka di sekretariat organisasi mereka saja. Aksi mogok makan itu dilakukan aktivis dari FRM, dengan elemen LMND, SRMI, SPKL, SPN, UKMBS UBL, SEMA Lambar dan Fordima. Tuntutan mereka selain pembatalan kebijakan kenaikan harga BBM, juga pengambilalihan usaha pertambangan yang dikuasai pihak asing dan penghapusan pembayaran hutang luar negeri. Mereka yang lebih awal mundur dari aksi mogok makan karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan adalah Dede Kurniawan, Asep Supriadi, dan Sugeng. Selanjutnya adalah Amir Harmidan dan Dedi Tornando. Khusus Dede, Asep dan Sugeng yang kebetulan ketiganya memiliki orangtua di Kabupaten Lampung Barat, tidak mau dirawat di rumah sakit seperti rekan mereka. Ketiganya menolak dan memilih beristirahat untuk memulihkan kondisinya di sekretariat FRM saja. Satu aktivis dari SRMI, Doni Ferdian, sebelum mereka, juga mengalami penurunan kondisi fisik sehingga tidak dapat melanjutkan aksi yang dilakukan itu. Satu peserta lainnya dalam aksi mogok makan itu, yakni Utom Saputra, juga mundur dengan menghentikan aksinya sejak Selasa (27/5) malam, juga karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan. RSUDAM menggratiskan biaya perawatan dan pengobatan aktivis yang mogok makan itu. "Mogok makan kami hentikan, tapi kami bertekad terus melakukan berbagai aksi menentang kebijakan pemerintah yang merugikan kepentingan rakyat banyak, hingga kebijakan itu dibatalkan, termasuk kenaikan harga BBM ini," kata Eko Susanto.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008