Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, mengatakan rupiah masih stabil pada angka Rp9.310 per dolar AS, tidak terpengaruh laju inflasi Mei 2008 yang mencapai 10,38 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 10,1 persen. "Hal ini menunjukkan bahwa pasar menerima kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 28,7 persen, dengan menerima berbagai konsekuensi yang akan muncul," katanya di Jakarta, Selasa. Menurut dia, gejolak kenaikan BBM merupakan hal yang logis, karena terjadi hampir di semua negara baik di Asia, Eropa maupun Amerika Serikat. "Jadi ini merupakan masalah global yang harus diatasi secara bersama-sama". Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, namun kenyataan semakin sulit, bahkan anggaran pendapatan belanja negara makin tergerus, ucapnya. Karena itu, lanjut dia, pemerintah tidak mempunyai opsi lain untuk mengurangi tekanan terhadap anggaran pemerintah, sehingga kenaikan harga BBM harus dilaksanakan. Kenaikan BBM itu memang memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, mendorong laju inflasi yang tinggi dan memicu kenaikan bunga bank, katanya. Namun, menurut dia, pasar cenderung menerima kondisi ini karena masalah ini merupakan masalah global yang harus dimengerti semua pihak. "Kami optimis gejolak kenaikan BBM itu hanya terjadi dalam waktu dua hingga tiga bulan," ujarnya. Dikaitkan dengan aksi demo mahasiswa, menurut dia, mereka merupakan kaum intelek yang menjadi harapan bangsa namun belum matang dalam mengikuti berbagai masalah negara. Meski demikian aksi demo itu memberikan kritik maupun saran yang baik agar bangsa mampu menjadi bangsa yang besar dan bisa berperan di dunia internasional, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008