Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi pengelolaan ladang minyak Exor I Balongan, Tabrani Ismail. Penolakan PK itu, berarti vonis terhadap mantan Direktur Pengolahan Pertamina Tabrani Ismail tetap menggunakan putusan kasasi yang menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan hukuman denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan, serta membayar ganti kerugian negara sebesar 189,58 juta dolar AS. Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, di Jakarta, Jumat. Nurhadi mengatakan putusan itu diambil majelis hakim MA yang menangani PK tersebut yang dipimpin Harifin A Tumpa, dengan anggota Muchsin dan I Made Tara pada 16 April 2008. "Dalam amarnya menolak PK dan berarti yang berlaku ada kasasinya," katanya. Sebelumnya dilaporkan, di tingkat kasasi, MA menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan hukuman denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar ganti kerugian negara sebesar 189,58 juta dolar kepada Tabrani. Vonis kasasi MA menyatakan Tabrani telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dolar, karena uang yang digunakan untuk melaksanakan proyek Exor I Balongan adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara. Dana dalam proyek Balongan berasal dari Java Investment Company, sebuah perusahaan patungan dari beberapa perusahaan dagang di Jepang. MA menilai, meski bukan dana APBN, dana tersebut adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara. Dalam putusan kasasi MA, Tabrani dinyatakan bersalah telah menyalahgunakan kewenangan untuk menentukan nilai proyek Exor I Pertamina di Balongan. Tabrani yang diangkat sebagai Direktur Pengolahan Pertamina tahun 1988 telah memerintahkan secara lisan kepada Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan Pertamina Sudrajat PK agar membuat estimasi dan evaluasi ekonomi proyek Exor I Balongan. Estimasi pertama adalah estimasi pelaksanaan proyek Exor I tahun 1989 senilai 1,468 miliar dolar dan estimasi untuk tahun 1992 senilai 1,651 miliar dolar . Sedangkan pada pengadilan tingkat pertama, Tabrani dibebaskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat karena dinilai tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dolar . Direktur Pengolahan Pertamina itu sempat dinyatakan buron sejak 18 September 2006. Namun, ia tertangkap di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada 14 Februari 2007. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008