Ranai, Kepulauan Riau, (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Subandrio menyesalkan terhentinya kelanjutan pengadaan 16 Helikopter Super Puma dari PT Dirgantara Indonesia (DI). "Sangat disesalkan, mengingat pengadaan itu sangat penting bagi peningkatan kesiapan operasional TNI AU," katanya, kepada ANTARA di sela-sela peninjauan Latihan Sub Komando Satuan Tugas Gabungan TNI Natuna di Ranai, Kepulauan Riau, Sabtu. Ia mengemukakan, dengan terhentinya proses pengadaan helikopter Super Puma itu mau tidak mau berpengaruh terhadap tingkat kesiapan skuadron helikopter TNI AU. Meski begitu, Subandrio mengaku, pihaknya dapat memahami terbatasnya anggaran yang dialami PT DI untuk melanjutkan pengadaan 16 unit Super Puma. "Yaaa...kondisinya memang lagi prihatin. Tetapi mestinya itu tidak terjadi mengingat kontrak pengadaan Super Puma sudah terlalu lama bahkan telah ada amandemen Kontrak Jual Beli (KJB) dengan PT DI, terkait pengadaan tersebut," ujarnya. Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) melakukan pemesanan 16 Helikopter Super Puma NAS 332 beserta suku cadangnya dari PT DI berdasar kontrak jual beli (KJB) 010 tahun 1998. Namun, adanya selisih kurs pada pengadaan 1998 dan 2006 serta adanya kebijakan konversi pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dari Kredit Ekspor (KE) kepada Rupiah Murni (RPM), maka untuk pengadaan selanjutnya akan dilakukan amandemen terhadap KJB 010 tersebut. Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengemukakan, dari 16 unit Super Puma yang dipesan TNI AU baru selesai sembilan unit dan difungsikan sebagai kendaraan taktis (tactical transport). Sedangkan tiga unit lanjutan sedang dalam proses, kerangka pesawat sudah siap tetapi tidak bisa diteruskan pengadaannya. "Empat lainnya belum kami kerjakan. Semua terhenti karena tidak ada dukungan dana," ujar Budi. Rencananya, empat dari tujuh Super Puma yang tersisa akan difungsikan untuk mendukung keperluan `combat SAR`. Saat ini TNI AU memiliki empat unit Super Puma dengan rata-rata kesiapan di bawah 50 persen. Berdasar Rencana Kebutuhan alutsista dan pendukung TNI AU 2005-2014 Mabes TNI berencana meningkatkan kekuatan skuadron helikopter dari saat ini tiga skuadron menjadi lima skuadron atau 60 pesawat.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008